Kamis, 07 Oktober 2010

Cara Mempercepat Koneksi Wifi

Halow sobat sobat mania... Kali ini saya akan memberikan cara gimana mencuri bandwith.. Ya maklumlah ya bro, kali ini sering sekali kalau kita hotspotan dan banyak tetangga yang menggunakan server kita. jadi lambat deh koneksi kita.
terlebih lagi bagi penguna Broadband / VSAT..... tapi langkah itu mungkin tidak ada lagi... inilah cara jitu mencuri bandwith orang lain.. walaupun bikin orang lain jadi jengkel lah...
Oke Bro this is the trick :
Membuka browser Mozilla firefox kamu terserah itu yang modelnya kayak apa tapi diusahakan yang versi terbaru..
Pada addres bar ketikkan about:config Lalu akan muncil gambar seperti di bawah ini > Klik I’ll be careful, I promise


Cari string di bawah ini ( pastikan semua string di set ke ”true”) contoh penggantiannyaNetwork.http.pipelining false > klik kanan dan pilih “toggle” .


Network.http.pipelining true
Network.http.pipelining.maxreguests 64
Network.http.proxy.pipelining true
Network.proxy.share_proxy_setting false ( yang ini biarkan tetap false )
Lalu buat string baru, caranya klik kiri satu kali di mana saja,
klik kanan>new>integer.
Ketikkan nglayout.initialpaint.delay dan beri nilai 0
Kemudian refresh ato tekan F5
Pada addres bar ketikkan about:blank
NEW UPDATE FAST FIREFOX
Ganti kode:
browser.tabs.showSingleWindowModePrefs = true
network.http.max-connections = 64
network.http.max-connections-per-server = 20
network.http.max-persistent-connections-per-proxy = 10
network.http.max-persistent-connections-per-server = 4
network.http.pipelining = true
network.http.pipelining.maxrequests = 100
network.http.proxy.pipelining = true
network.http.request.max-start-delay = 0
network.http.request.timeout = 300
nglayout.initialpaint.delay = 0
network.dns.disableIPv6 = true
Restart mozilla.

Sekarang bisa kalian bedakan speednya kan hehe Sebagai catatan ada beberapa settingan tambahan lagi yang dapat diubah tapi tidak begitu penting cuma bersifat optional atau pilihan saja
Untuk Cable DSL
Ganti kode:
network.http.pipelining = true
network.http.proxy.pipelining = true
network.http.pipelining.maxrequests = 30
nglayout.initialpaint.delay = 0″

Untuk ADSL Cable
Ganti kode:
network.http.max-connections : 64
network.http.max-connections-per-server : 21
network.http.max-persistent-connections-per-server : 8
network.http.pipelining : true
network.http.pipelining.maxrequests : 100
network.http.proxy.pipelining : true
nglayout.initialpaint.delay = 0

Untuk Dial IP (Dial Up)
Ganti kode:
browser.cache.disk_cache_ssl : true
browser.xul.error_pages.enabled : true
content.interrupt.parsing : true
content.max.tokenizing.time : 3000000
content.maxtextrun : 8191
content.notify.backoffcount : 5
content.notify.interval : 750000
content.notify.ontimer : true
content.switch.threshold : 750000
network.http.max-connections : 32
network.http.max-connections-per-server : 8
network.http.max-persistent-connections-per-proxy : 8
network.http.max-persistent-connections-per-server : 4
network.http.pipelining : true
network.http.pipelining.maxrequests : 8
network.http.proxy.pipelining : true
nglayout.initialpaint.delay : 750
plugin.expose_full_path : true
signed.applets.codebase_principal_support : true

Oya ada catatan kecil ni,,.
Kemudian klik menu :
Untuk OS windows XP : tools > options.
Untuk OS linux (vector) : edit > preference.
Untuk Setting yang berbeda di
beberapa OS edit > advanced
.

Pada options allow web sites to install software beri tanda centang untuk mengaktifkan ato masuk ke
tab ADVANCE lalu pilih sub tab UPDATE kemudian centangi installed add-ons lalu oke
Kemudian tekan refresh atau juga dapat tekan F5
Langkah selanjutnya adalah download program:.
Switchproxytool v 1.3.4
Here is the link
<Via Ziddu> atau

disini
<via addons Mozila> ==>untuk Mozilla Ver 3.4 Ke bawah.
Fasterfox (Gogling aja) ==>untuk Mozilla ver 3.5 Ke atas.
Next
1. Extrack file yang telah anda download tadi.
2. Kemudian install file tersebut dengan cara klik kanan filenya > open > pilih select the program from a list > untuk membuka file tersebut pilih browse > cari folder Mozilla firefox di program file > lalu pili firefox.exe > lalu OKE > lalu pilih install now > untuk mengaktifkan program tersebut pilih restart firefox..
3. Dan Open lagi Mozilla anda tadi.
Oke. thats is the trick.
And the last, Semoga beruntung dan Biasanya kalau mau MENYEDOT bandwith pakai aja DAP atau IDM. .. Kalau Perlu Yang Premium Sekalian biar tambah Cepeet…Oya ni trik aku pelajari dari temenku. N Pengalaman Pribadi juga hiiii :P Klo mau serial ato Crack DAP/IDM kirim ke emailq ajah di tab Info.
nb:*
—->>SwitchProxy yang anda gunakan tadi dapat Mengganti Proxy Secara Otomatis
Di Browser Mozilla FireFox.
—->>Langkah diatas Efektif dilakukan Di Warnet atau Hotspot Yang ramai untuk
Menyedot Bandwidth ke PC atau laptop Anda

CENDEKIAWAN MUSLIM

Sekalipun menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, dalam lentera keilmuan dan
keagamaan Imam Syafi'i lebih dikenal sebagai ahli hadits dan hukum. Pusat
pemikirannya boleh dibilang terfokus pada dua cabang ilmu tersebut. Pembelaannya yang
besar terhadap sunnah Nabi, menjadikan Syafi'i digelari sebagai Nasiir as Sunnah, atau
pembela sunnah Nabi.
Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang begitu tinggi. Malah
beberapa kalangan menyebut Syafi'i yang menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al-
Qur'an dalam kaitannya sebagai sumber hukum Islam. Karena itu, di mata Imam Syafi'i,
setiap hukum yang ditetapkan Rasulullah pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman
yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al-Qur'an.
Selain kepada kedua sumber tersebut, Al-Qur'an dan hadits, dalam mengambil ketetapan
dan keputusan suatu hukum, Imam Syafi'i juga mengakui dan memakai ijma'
(kesepakatan ulama), qias (analogi), dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum Islam.
Dalam karyanya, Ar Risalaah, kelima dasar ini dipaparkan secara jelas dan gamblang.
Dalam kaitannya dengan sunnah, Imam Syafi'i juga memakai hadits ahaad (perawinya
satu orang), dan hadis mutawwatir (perawinya banyak orang). Menurutnya, bila dalam
sunnah pun tidak didapati nasnya, ia mengambil ijma' sahabat. Namun, jika tetap tak
didapati juga, imam Syafi'i memakai qias sebagai jalan ketetapan hukum. Demikian pula,
jika tidak ada dalil dalam qias dan ijma', maka istidlal sebagai jalan terakhir memutuskan
suatu hukum.
Berkaitan dengan bid'ah, imam Syafi'i berpendapat, bahwa bid'ah ada dua macam; bid'ah
terpuji dan bid'ah sesat. Dikatakan terpuji jika bid'ah itu selaras dengan prinsip-prinsip
sunnah. Sebaliknya, jika bertentangan dengan sunnah, dikatakan bid'ah sesat, dan karena
itu tertolak. Sementara itu, dalam soal taklid, Imam Syafi'i selalu memberikan perhatian
kepada para muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat-pendapat dan hasil
ijtihadnya. Ia tidak senang murid-muridnya bertaklid buta kepada pendapat-pendapatnya.
Sebaliknya, ia selalu menyuruh murid-muridnya untuk bersikap kritis dan berhati-hati
dalam menerima suatu pendapat. Dalam kaitan ini pula, imam Syafi'i terkenal dengan
ungkapannya, "Inilah ijtihadku. Apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik
dari (ijtihadku), maka ikutilah ijtihad tersebut." Ungkapan bijak itu hingga kini menjadi
pelajaran penting dalam kaitannya dengan kehidupan beragama di Indonesia.
***
Madzhab Syafi'i
Doktrin keagamaan, khususnya dalam bidang fikih, yang diajarkan Imam Syafi'i pada
para pengikutnya kemudian dikenal sebagai Madzhab Syafi'i. Salah satu penganutnya
adalah aliran Ahlussunnah wal Jamaah yang dikembangkan di Indonesia oleh kalangan
NU. Madzhab ini mendasarkan sumber hukumnya pada Al-Qur'an, sunnah, ijma', dan
qias.
61
Madzhab ini mula-mula tumbuh dan berkembang di Irak. Di sinilah pertama kalinya
Imam Syafi'i menyampaikan pikiran dan gagasannya kepada para ulama ketika ia
melawat daerah ini dalam rangka menambah wawasannya. Paham ini pernah mendapat
tentangan keras pada masa Dinasti Fathimiyah, yang memerintah di Mesir.
Dari sini madzhab Syafi'i terus berkembang ke berbagai wilayah, seperti Baghdad,
Pakistan, Syria, India, Yaman, Persia (Iran), Hejaz. Di masa kini, Madzhab Syafii telah
berkembang luas hingga Afrika, Asia (khususnya di negara-negara Asia Tenggara), dan
beberapa negara bekas Uni Soviet.
Dasar terpenting dalam madzhab ini adalah pemikiran dan gagasan-gagasan Imam Syafi'i
dalam buku-bukunya, selain kelima dasar hukum tersebut di atas. Di antara karya-karya
imam Syafi'i adalah Ar-Risalah, karya Imam Syafi'i yang khusus membahas ushul fikih.
Buku ini sampai sekarang jadi kitab standar ushul fikih. Kemudian, Al-Umm, kitab fikih
yang komprehensif. Kitab itu sekarang terdiri dari tujuh jilid yang mencakup isi beberapa
kitab karangannya seperti Siyar al-Ausai, Jima al-Ilmi, Ibtal al-Istihan, dan ar-Radd ala
Muhammab ibn Hasan.
Selain itu juga buku Al-Musnad, berisi tentang hadits-hadits Nabi SAW yang dihimpun
dalam kitab Al-Umm. Serta Ikhtilaf al-Hadits, kitab yang menjelaskan tentang perbedaanperbedaan
yang ada dalam hadits. Sebagian besar karya Imam Syafi'i itu ditulis ketika ia
bermukim di Mesir. Periode ini dikenal sebagai qaul jadid (pendapat-pendapat baru).
Sementara pikiran-pikiran dan hasil ijtihad sebelumnya dikenal sebagai qaul qadim.
(her)[republika.co.id]
Imam Tirmizi
Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok ini sebagai salah satu periwayat dan ahli
Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama
lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi, menjadi
salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam
Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal.
Sosok penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi.
Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi.
Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah
ia mengembara ke berbagai negeri : Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits
untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara
gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga
62
belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin
Hajar, Ahmad bin Muni', dan lainnya.
Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan
mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat
disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya
upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan
beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam
Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.
Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh
banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar,
Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-
Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi,
yang meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula muridmurid
Imam Tirmizi.
Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri
Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi.
Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi
dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan
dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.
Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang
dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar
dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah
salah satu bukti kelebihan sang Imam :
Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata : Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju
Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari
seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai
dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya
menemuinya.
Saya mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua
jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu
dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan
permohonan itu.
Kemudian ia membacakan Hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri
pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan
sesuatu apa pun. Melihat kenyataan ini, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?'
Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah
kuhafal semuanya.
63
'Coba bacakan!,' suruhnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia
bertanya lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' 'Tidak,'
jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun
kemudian membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu
berkata, 'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi.' Lalu aku membacakannya dari pertama
sampai selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.'
Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan
perawi-perawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan
pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam
kitabnya Al-Jami'.
Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama
yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar
piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut :
"Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan
kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW,
bersabda : Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu
adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada
orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Bagaimana penjelasan sang Imam? "Sebagian ahli ilmu berkata : 'Apabila seseorang
dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima
pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang
yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.'
Sementara sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi
rugi disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar
kepada orang pertama (muhil).
Alasannya adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu
Ishak, perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah
'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu,
namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda
orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'," demikian penjelasan Imam Tirmizi.
Ini adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran
fiqh Imam Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal
pandangannya itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab,
diantaranya : Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal,
Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al-
Asma' wal-Kuna.
64
Selain dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama
Sunan At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan
utama, selain kitab-kitab sejenis lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim.
Kitab Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul
memperhatikan ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit
Hadits yang sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan
Kutubus Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657),
kedudukan Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah.
Tidak seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya,
kitab Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab
tentunya. Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar
apakah Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak.
Sebaliknya, Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu
sebabnya, ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan
dan kesimpulannya.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata : "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini
adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya
(sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya
Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa
adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits, "Jika ia peminum khamar,
minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia."
Hadits ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama menunjukkan demikian.
Sedangkan mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk
meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat
jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin
dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir.
Beberapa keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari
sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik
isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali
secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu
Hadits) adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya
dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif karena
dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah-kaidah ilmu Hadits, khususnya ta'lil
Hadits tersebut. (her)[republika.co.id]
65
Imam Tirmizi
Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok ini sebagai salah satu periwayat dan ahli
Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama
lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi, menjadi
salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam
Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal.
Sosok penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi.
Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi.
Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah
ia mengembara ke berbagai negeri : Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits
untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara
gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga
belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin
Hajar, Ahmad bin Muni', dan lainnya.
Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan
mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat
disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya
upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan
beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam
Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.
Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh
banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar,
Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-
Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi,
yang meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula muridmurid
Imam Tirmizi.
Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri
Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi.
Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi
dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan
dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.
Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang
dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar
dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah
salah satu bukti kelebihan sang Imam :
66
Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata : Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju
Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari
seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai
dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya
menemuinya.
Saya mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua
jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu
dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan
permohonan itu.
Kemudian ia membacakan Hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri
pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan
sesuatu apa pun. Melihat kenyataan ini, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?'
Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah
kuhafal semuanya.
'Coba bacakan!,' suruhnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia
bertanya lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' 'Tidak,'
jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun
kemudian membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu
berkata, 'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi.' Lalu aku membacakannya dari pertama
sampai selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.'
Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan
perawi-perawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan
pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam
kitabnya Al-Jami'.
Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama
yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar
piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut :
"Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan
kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW,
bersabda : Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu
adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada
orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Bagaimana penjelasan sang Imam? "Sebagian ahli ilmu berkata : 'Apabila seseorang
dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima
pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang
yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.'
67
Sementara sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi
rugi disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar
kepada orang pertama (muhil).
Alasannya adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu
Ishak, perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah
'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu,
namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda
orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'," demikian penjelasan Imam Tirmizi.
Ini adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran
fiqh Imam Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal
pandangannya itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab,
diantaranya : Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal,
Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al-
Asma' wal-Kuna.
Selain dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama
Sunan At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan
utama, selain kitab-kitab sejenis lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim.
Kitab Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul
memperhatikan ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit
Hadits yang sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan
Kutubus Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657),
kedudukan Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah.
Tidak seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya,
kitab Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab
tentunya. Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar
apakah Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak.
Sebaliknya, Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu
sebabnya, ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan
dan kesimpulannya.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata : "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini
adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya
(sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya
Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa
adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits, "Jika ia peminum khamar,
minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia."
Hadits ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama menunjukkan demikian.
Sedangkan mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk
meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat
68
jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin
dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir.
Beberapa keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari
sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik
isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali
secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu
Hadits) adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya
dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif karena
dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah-kaidah ilmu Hadits, khususnya ta'lil
Hadits tersebut. (her)[republika.co.id]
Jabir Ibn Hayyan
Jauh sebelum berkembang pesat seperti sekarang, ilmu kimia telah dikenal luas
masyarakat abad pertengahan. Saat itulah awal mula cabang ilmu eksakta ini ada. Tapi,
tahukah Anda siapa penemu dan pengembang ilmu kimia ini? Adalah Abu Musa Jabir Ibn
Hayyan (721-815 H), ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan
disiplin ilmu kimia tersebut.
Lahir di pusat peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal
dengan nama Ibnu Hayyan, dan di Barat disebut dengan nama Ibnu Geber. Ayahnya,
seorang penjual obat, meninggal sebagai 'syuhada' demi penyebaran ajaran Syi'ah. Jabir
kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah, Khalid ibnu Yazid ibnu
Muawiyyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga pernah berguru pada Barmaki
Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Harun Al Rasyid.
Ditemukannya kimia oleh Hayyan ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak
melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum.
"Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan
sumbangannya yang terbesar di bidang kimia," tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti,
dalam History of The Arabs.
Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern. Dalam
karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Jabir
mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri,
menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Adalah menjadi
kebiasaannya mengakhiri uraian suatu eksperimen dengan menuliskan : ''Saya pertama
kali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak saya, dan saya menelitinya hingga
sebenar mungkin, dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam.'' Dari
Damaskus ia kembali ke kota kelahirannya, Kuffah. Setelah 200 tahun kewafatannya,
69
ketika penggalian tanah dilakukan untuk pembuatan jalan, laboratoriumnya yang telah
punah, ditemukan. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih
mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat."
Jabir ibnu Hayyan membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia
menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan
kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan
oksidasi-reduksi. Semua ini telah ia siapkan tekniknya, praktis hampir semua 'technique'
kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan langsung yang memakai bejana basah
dan tak langsung yang memakai bejana kering. Dialah yang pertama mengklaim bahwa
air hanya dapat dimurnikan melalui proses penyulingan.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir
menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus
dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni
metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran. Setelah itu, papar
Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap
tidak berubah sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan
terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang mengantarkannya
menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat.
Namun demikian, Jabir tetap saja seorang yang tawadu' dan berkepribadian
mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika lainnya, Jabir
memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan
spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta.
Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa yang
wajar," tulis Robert Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang dilakukan oleh para
metalurg dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran
dan mewarnainya, sehingga mirip dengan proses pembuatan emas. Proses demikian, yang
tadinya sangat dirahasiakan, dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para
pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir bin Hayyan menjadi
terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan, dan diorganisasikan dengan
bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik,
asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal
tak ada duanya di dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai
'Bapak Ilmu Kimia Modern' oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max
Mayerhaff, bahkan disebutkan, jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di
daratan Eropa, maka carilah langsung ke karya-karya Jabir Ibn Hayyan.
Puaskah Jabir? Tidak! Ia terus mengembangkan keilmuannya sampai batas tak tertentu.
Dalam hal teori keseimbangan misalnya, diakui para ilmuwan modern sebagai terobosan
baru dalam prinsip dan praktik alkemi dari masa sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana
70
Jabir berusaha mengkaji keseimbangan kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat
berdasarkan sistem numerologi (studi mengenai arti klenik dari sesuatu dan pengaruhnya
atas hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab untuk
memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan yang bereaksi.
Sistem ini niscaya memiliki arti esoterik, karena kemudian telah menjadi pendahulu
penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh Jabir telah
memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah hasil penyulingan
tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan asam sulferik. Pelbagai jenis asam
diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia yang merupakan bahan material berharga
untuk beberapa proses industrial. Penguraian beberapa asam terdapat di dalam salah satu
manuskripnya berjudul Sandaqal-Hikmah (Rongga Dada Kearifan).
Seluruh karya Jabir ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa yang
sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir mencakup penguraian metode
dan peralatan dari pelbagai pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada
zamannya. Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul Summa Perfectionis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah : "Air raksa (merkuri) dan
belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah
menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah
keseluruhannya secara lengkap.
Yang benar adalah bahwa keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala
yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian
rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki
memisahkan bagian-bagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka
akan tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya.
Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan
keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur."
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai dasar untuk
mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan
penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia
berdasarkan unsur-unsurnya : 1) Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada
proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida, 2) Metal,
seperti pada emas, perak, timah, tembaga, besi, dan 3) Bahan campuran, yang dapat
dikonversi menjadi semacam bubuk. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu pengetahuan
modern pantas 'berterima kasih' padanya.
Di abad pertengahan risalah-risalah Jabir di bidang ilmu kimia --termasuk kitabnya yang
masyhur, yakni Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al-Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris,
71
Robert Chester tahun 1444, dengan judul //The Book of the Composition of Alchemy.
Buku kedua (Kitab Al-Sab'een), diterjemahkan juga oleh Gerard Cremona.
Berikutnya di tahun 1678, seorang Inggris lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan
karya Jabir yang lain dengan judul Summa of Perfection. Berbeda dengan pengarang
sebelumnya, Richard-lah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan
memuji Jabir sebagai seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi
sangat populer di Eropa selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi
pengaruh pada evolusi ilmu kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab al Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al
Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga
buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot). "Di dalamnya kita menemukan pandangan
yang sangat mendalam mengenai metode riset kimia," tulis George Sarton.
(her)[republika.co.id]
Jafar al-Sadiq
Ilmu bagai gumpalan cahaya bagi pemilikya. Ia akan memancarkan cahaya kemilau bagi
orang di sekitarnya. Bahkan berduyun orang yang memburunya untuk mendapatkan
cahaya ilmunya. Itulah cahaya ilmu yang dimiliki oleh Imam Jafar al-Sadiq, yang tak
hanya menguasai ilmu keagamaan namun juga menguasai fisika, kimia, matematika, dan
ilmu pengobatan.
Imam Jafar al-Sadiq adalah putra tertua Imam Muhamad Baqir yang merupakan ahlul
bait Nabi Muhammad. Nama pendeknya adalah Jafar, namun kemudian ia dikenal pula
dengan sebutan al-Sadiq dan Abu Abd Allah. Lalu ia lebih sering dipanggil dengan
sebutan Imam Jafar al-Sadiq. Ia lahir di Madinah, pada Senin, 17 Rabiul Awwal 83 H
atau 20 April 702 M. Baik tanggal, hari dan bulan kelahiran Jafar al-Sadiq sama dengan
masa kelahiran Nabi Muhammad.
Ibunya adalah Umm Farwah yang biasa dipanggil Fatimah, putri dari al-Qassim putra
Muhammad bin Abu Bakar. Dengan demikian, Umm Farwah ini merupakan keturunan
sahabat utama Nabi Muhammad, Abu Bakar Siddik. Pada saat kelahiran Jafar, ayahnya,
Imam al-Baqir berusia 26 tahun dan kakeknya, Imam Zainal Abidin masih hidup. Hingga
umur 12 tahun, Jafar mendapatkan tempaan ilmu ketuhanan dari kakeknya, Imam Zainal
Abidin.
Setelah itu, hingga berumur 31 tahun ia mendapatkan bimbingan dari ayahnya sendiri,
Imam al-Baqir yang mengajarkannya ilmu hadis. Untuk ilmu hadis, ia memiliki dua
sumber pengetahuan yaitu dari ayahnya melalui Ali bin Abi Thalib dan kakek ibunya al-
Qassim. Kemudian ia memperluas ilmu pengetahuan hadisnya dengan berguru pada
ulama lainnya yaitu Urwa, Aata, Nafi, dan Zuhri. Dua sufyan yaitu Sufyan ats-Tsauri dan
Sufyan ibn Uyayna, Imam Malik, Imam Abu Hanifa, dan al-Qattan di kemudian hari
banyak meriwayatkan hadis melalui dirinya demikian pula dengan ulama lainnya.
72
Ia juga dikenal sebagai mufasir Al-Qur'an, ahli hukum Islam, dan salah satu mujtahid
terbesar di Madinah. Dengan keluasan ilmu agamanya, tak heran jika banyak kalangan
yang belajar dari Jafar al-Sadiq seperti Abu Hanafi, pendiri mazhab Hanafi yang
menimba ilmu darinya selama dua tahun dan menyatakan bahwa Jafar Sadiq memiliki
ketinggian ilmu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Demikian pula dengan Imam Malik
bin Anas yang merupakan pendiri mazhab Maliki. Tak ayal jika dikatakan bahwa Jafar
Sadiq telah melahirkan ribuan ulama hadis dan sarjana agama.
Pengetahuannya tentang agama memang ia ajarkan ke semua orang bahkan kepada
mereka yang datang dari negeri yang jauh. Jumlah muridnya suatu waktu mencapai
empat ribu orang. Di antara mereka adalah ahli hukum Islam, tafsir, hadis dan
sebagainya. Imam Jafar as-Sadiq juga dianugerahi Tuhan jiwa yang memesona yang
menjadi model bagi orang lain. Banyak sifat yang dapat direkam oleh para sejarawan dari
dirinya.
Ia adalah orang yang dermawan, sabar, pemaaf dan suka menolong orang lain. Suatu saat
paceklik melanda Madinah, ia yang memiliki persediaan bahan makanan berupa gandum
memang tak mengkhawatirkan hal itu. Namun kemudian, ia menjualnya dan menyatakan
bahwa gandum tak akan digunakan di dapurnya dan kemudian tepung gandum ia bagikan
kepada mereka yang memerlukannya. Pemimpin agama lain juga kerap datang untuk
beradu argumentasi mengenai keyakinan yang mereka miliki. Ia selalu dapat
mengalahkan mereka.
Ketika mereka pergi dengan menanggung kekalahan kemudian Imam Jafar Sadiq
menceritakan kepada muridnya agar berhati-hati dengan titik lemah umat Islam terhadap
agamanya. Kadangkala dia juga beradu argumentasi dengan orang-orang yang tak
mempercayai keberadaan Tuhan. Kedalamannya dalam ilmu agama kemudian
membuatnya merintis sebuah mazhab yang disebut Mazhab Jafariyah. Mazhab ini
menempatkan Al-Qur'an sebagai sumber utama hukum Islam, kemudian sunnah, ijma,
dan akal. Dalam menggali hukum dari Al-Qur'an mereka tidak harus berpegang pada
makna lahirnya melainkan juga makna batinnya.
Selain agama dia juga mengajarkan fisika, matematika, kimia, maupun ilmu pengobatan.
Jabir ibn Hayyan dari Tarus yang merupakan pionir dalam fisika, kimia, dan matematika
adalah salah satu muridnya yang menuliskan tentang ratusan subjek kajian berdasarkan
ajaran yang diberikan Jafar al-Sadiq. Penguasaan yang luas terhadap sejumlah ilmu itu
memang didukung oleh kondisi di masa ia hidup. Kala itu, terjadi interaksi yang dalam
antara pemikiran Islam dan ilmu pengetahuan serta orang-orang yang berasal dari bangsa
lain.
Selama masa tersebut berbagai karya dari banyak sarjana dan pemikir secara luas
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sains, filsafat, dan pemikiran dari bangsa lain
terutama Yunani diterjemahkan dari bahasa aslinya ke dalam bahasa arab. Kaum Muslim
mempelajari ilmu pengetahuan tersebut, menambahkan, memperkaya dan memperluas
cakupannya. Hasilnya, mewujudlah gerakan saintifik dan ideologi yang aktif. Kaum
73
Muslim kemudian menguasai dengan baik ilmu pengobatan, astronomi, kimia, fisika, dan
matematika dibandingkan lainnya.
Filsafat, logika, dan ilmu lainnya diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa
Persia. Selain adanya perkembangan saintifik dan kultural selama hidup Imam Jafar
Sadiq, juga terdapat gerakan dalam berbagai bidang. Kejadian politik, ekonomi, dan
sosial memerlukan pemecahan yang sesuai dengan hukum Islam. Hal ini menyebabkan
munculnya pandangan lembaga pemikiran. sarjana atau ulama secara aktif terlibat dalam
mencoba menemukan jawaban yang benar untuk menjawab permasalahan tersebut.
Dengan keadaan seperti itulah serta aktivitas kultural dan saintifik Imam Jafar Sadiq
hidup dan memiliki tanggung jawab yang besar sebagai seorang ulama, guru dalam
domain kultural dan agama. Seluruh hidupnya ia isi dengan mengajarkan ilmu yang
dimiliki. Hingga ia memiliki kedudukan yang kuat di kalangan masyarakat tetapi ia tak
tergiur untuk meraih kekuasaan. Namun popularitas Jafar al-Sadiq di kalangan
masyarakat membuat penguasa Abbasid, Mansur Ad-Dawaniqi, merasa khawatir.
Kemudian membuat rencana untuk mengenyahkannya. Kalifah Abbasid sebelumnya,
Abdul-Abbas al-Saffah, sebenarnya telah membawanya ke Irak, namun tak lama
kemudian Jafar al-Sadiq dikembalikan lagi ke tanah kelahirannya, Madinah. Dan pada
saat kekuasaan di tangan Mansur ad-Dawaniqi, dilakukan pengawasan ketat terhadap
Jafar al-Sadiq.
Merasa tak puas, Mansur memerintahkan Gubernur Madinah, Muhammad bin Suleima,
untuk membunuhnya dengan menggunakan racun. Dan ternyata usahanya berhasil. Imam
Jafar Sadiq meninggal pada 15 Syawal 148 H atau 4 Desember 765 pada usia 65 tahun.
Pemakamanya dipimpin oleh putranya Imam Musa al-Kazim. Jafar al-Sadiq dimakamkan
di pemakaman Jannat al-Baqi di mana Imam Hasan, Imam Zainal Abidin dan Imam al-
Baqir dimakamkan. [republika.co.id]
Jamaluddin Al-Afghani
Sayyid Jamaluddin Al-Afghani adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik
Islam. Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak
terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya
yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh
pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat
tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat Al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi
menyerah.
Bagaimana kebesaran dan kekaguman terhadap penggerak kebangkitan dunia Islam dan
salah seorang pembaru Islam paling banyak dirujuk berbagai kalangan ini terlihat dari
pengakuan sastrawan dan pemikir besar Muslim abad 20, Sir Muhammad Iqbal : ''... Jiwa
yang tak mau diam itu selalu mengembara dari negara Islam satu ke negara Islam lain.
74
Memang, Al-Afghani tak pernah menuntut sebutan sebagai pembaharu, tetapi tidak ada
seorang pun di zaman ini yang lebih mampu mengungkapkan getaran jiwa agama Islam
melebihi dirinya. Semangat dan pengaruhnya masih tetap besar bagi dunia Islam, dan tak
ada seorang pun tahu kapan berakhirnya...''
Ia cahaya besar dalam kegelapan Islam abad ke-13 Hijriah. Dari Afghanistan, sinarnya
memancar ke seantero dunia. Jamaluddin Al-Afhgani dilahirkan tahun 1838. Tempat
kelahirannya sulit dipastikan. Ia mengaku dilahirkan di Asadabad, Konar, distrik Kabul,
Afghanistan. Versi lain, terutama dari lawan-lawan politiknya, menyebutkan Jamaluddin
dilahirkan di Asadabad dekat Hamadan, Iran. Menurut versi ini, Jamaluddin mengaku
lahir di Afghanistan dengan maksud menyelamatkan dirinya dari kesewenangan penguasa
Persia (Iran) yang tidak menyukainya.
Al-Afghani menghabiskan masa kecil dan remajanya di Afghanistan, namun banyak
berjuang di Mesir, India, bahkan sampai ke Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul,
Jamaluddin tidak hanya menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami falsafah,
hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi, dan astrologi. Ia seorang yang
sangat cerdas jauh melampaui remaja-remaja seusianya. Setelah menguasai berbagai
disiplin ilmu, Jamaluddin ke India. Kemampuannya berbicara dan pengetahuannya yang
dalam, pemuda berusia 18 tahun ini memukau banyak orang. Ia orator yang tangguh. Ia
mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris. Hasilnya, pada 1857
muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India melawan penjajah. Perang
kemerdekaan pertama di India pun meletus.
Dari India, Jamaluddin melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Di Kabul, sepulang
menunaikan ibadah haji, ia diminta penguasa Afghanistan, Pangeran Dost Muhammad
Khan, untuk membantunya. Tahun 1864, Jamaluddin yang progresif, menjadi panesihat
Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh
Muhammad A'zam Khan. Namun, karena campur tangan Inggris dan kekalahannya atas
golongan yang disokong Inggris, Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah.
Inggris yang menilai Jamaluddin sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide
pembaharuannya, terus mengawasinya. Ia tidak diperkenankan melalui jalan darat, juga
tak diperkenankan bertemu dengan pemimpin-pemimpin India. Melalui jalan laut,
Jamaluddin kemudian pergi ke Kairo dan menetap di sini.
Pada awalnya, Jamaluddin mencoba menjauhi dari politik dengan memusatkan diri
mempelajari ilmu pengetahuan dan sastra Arab. Rumahnya dijadikan tempat pertemuan
para pengikutnya. Di sinilah ia memberikan kuliah dan berdiskusi dengan berbagai
kalangan, termasuk intelektual muda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pergerakan. Salah
seorang muridnya adalah Mohammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin kemerdekaan
Mesir. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, Jamaluddin akhirnya kembali ke politik.
Ia melihat Inggris tidak menginginkan Islam bersatu dan kuat. Jamaluddin memasuki
perkumpulan Freemason, organisasi yang beranggotakan tokoh-tokoh politik Mesir. Dari
sini, 1879, terbentuk partai politik bernama Hizb al-Watani (Partai Kebangsaan). Partai
ini antara lain menanamkan kesadaran berbangsa, memperjuangkan pendidikan universal,
dan kemerdekaan pers. Aktivitas politik Jamaluddin memberikan pengaruh besar bagi
75
umat Islam. Ia mendorong bangkitnya gerakan berpikir sehingga Mesir mencapai
kemajuan.
Seperti juga di Kabul dan India, Inggris memperlihatkan ketidaksukaannya kepada
Jamaluddin. Inggris menghasut kaum teolog ortodox melawan Jamaluddin. Ini menjadi
alasan Inggris mengusir Jamaluddin dari Mesir, 1879. Jamaluddin kemudian pergi ke
Hyderabad Deccau (India). Di sini, ia menulis risalah yang sangat terkenal : Pembuktian
Kesalahan Kaum Materialis. Risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan materialis.
Pada 1882, Jamaluddin ke Paris. Ia mendirikan perkumpulan al Urwatulwuthqa.
Organisasi ini kemudian menerbitkan jurnal yang mengecam keras Barat. Penguasa Barat
melarang jurnal ini diedarkan di negara-negara muslim karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan semangat persatuan Islam. Karena dilarang diedarkan, usia jurnal ini hanya
delapan bulan. Aktivitas Jamaluddin tidak hanya di Paris, ia juga bergerak di berbagai
negara Eropa. Ia berdiskusi tentang Islam di London, di antaranya dengan Lord Salisbury,
yang berkuasa ketika itu. Ia pergi ke Rusia, membangun pengaruh di kalangan
cendekiawan Rusia dan menjadi orang kepercayaan Tsar. Karena pengaruhnya itu, Rusia
memperkenankan orang Islam mencetak Al-Qur'an dan buku-buku agama Islam, yang
sebelumnya dilarang.
Pengaruh Jamaluddin juga menyebar ke Persia. Shah Nasiruddin Qachar, penguasa
Persia, menawarkan posisi perdana menteri. Awalnya, Jamaluddin ragu-ragu, namun
akhirnya ia menerima posisi itu. Ide-ide pembaharuan Islam, membuat Jamaluddin
semakin populer di Persia. Ini mengkhawatirkan Nasiruddin, apalagi Jamaluddin terangterangan
mengkritik praktik-praktik kekuasan penguasa Persia itu. Jamaluddin,
revolusioner dan antitirani itu kemudian ditangkap dan diusir, namun kesadaran rakyat
telah bangkit untuk menumbangkan Nasiruddin.
Pada 1892, Jamaluddin ke Istambul, Turki, atas permintaan Sultan Abdul Hamid. Sultan
ketika itu ingin memanfaatkan pengaruh Jamaluddin atas negara-negara Islam untuk
menentang Eropa, yang ketika itu mendesak kedudukan Kerajaan Usmani (Ottoman) di
Timur Tengah. Namun upaya Sultan itu gagal. Pada satu sisi, Jamaluddin berjuang untuk
terbentuknya pemerintahan demokratis, sedangkan Nasiruddin mempertahankan
kekuasaan otokrasi lama. Sultan akhirnya membatasi kegiatan-kegiatan Jamaluddin dan
melarangnya ke luar Istambul. Jamaluddin wafat di Istambul, 9 Maret 1897 dalam usia 59
tahun. Sepanjang hayatnya, Jamaluddin Al-Afghani telah menulis puluhan karya tulis dan
buku, antara lain : Pembahasan tentang Sesuatu yang Melemahkan Orang-orang Islam;
Tipu Muslihat Orientalis, Risalah untuk Menjawab Golongan Kristen; Hilangnya Timur
dan Barat; Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air.
Jamaluddin melihat kemunduran umat Islam bukan karena Islam tidak sesuai dengan
perubahan zaman, melainkan telah dipengaruhi oleh sifat statis, fatalis, meninggalkan
akhlak yang tinggi, dan melupakan ilmu pengetahuan. Ini, menurutnya, umat Islam telah
meninggalkan ajaran Islam sebenarnya. Islam menghendaki umatnya dinamis, mencintai
ilmu pengetahuan, dan tidak fatalis. Sifat statis membuat umat Islam tidak berkembang
76
dan hanya mengikuti apa yang telah menjadi ijtihad ulama sebelum mereka. Mereka
hanya pasarah pada nasib.
Faktor lain, menurut Jamaluddin, salah paham terhadap qadla (ketentuan Tuhan yang
belum terjadi) dan qadar (ketentuaan Tuhan yang sudah terjadi). Paham itu membuat
umat Islam tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Jamaluddin menyebutkan,
qadha dan qadar mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebabmusabab
(kausalitas). Lemahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan umat tentang
dasar-dasar ajaran agama, lemahnya persaudaraan, perpecahan umat Islam yang diikuti
pemerintahan yang obsolut, mempercayakan kepemimpinan kepada yang tidak dipercaya,
dan kurangnya pertahanan militer, merupakan faktor-faktor yang membawa kemunduran
umat Islam.
Jamaluddin menyebutkan, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum,
dan sosial. Corak pemerintahan otokrasi harus diubah menjadi demokrasi. Persatuan umat
Islam harus diwujudkan kembali. Menurutnya, kekuatan umat Islam bergantung pada
keberhasilan membina persatuan dan kerja sama. Jamaluddin juga menyorot soal peran
wanita. Ia menilai kaum pria dan wanita, sama dalam beberapa hal. Keduanya
mempunyai akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja jika situasi
menuntut untuk itu. Jamaluddin menginginkan pria dan wanita meraih kemajuan dan
bekerja sama mewujudkan Islam yang maju dan dinamis.
Jamaluddin tak hanya pandai bicara. Malang melintang ke berbagai negara ia lakukan
bagi tercapainya renaisans (kebangkitan) dunia Islam. Proyeknya itu kemudian dikenal
dengan "Pan Islamisme", sebuah gagasan untuk membangkitkan dan menyatukan dunia
Arab khususunya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat, Inggris,
dan Perancis khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam dan
negara-negara berkembang. Secara umum, inti Pan-Islamisme Jamaluddin itu terletak
pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan kaum Muslim. Jika ikatan itu
diperkokoh, jika ia menjadi sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka
kekuatan solidaritas yang luar biasa akan memungkinkan pembentukan dan pemeliharaan
negara Islam yang kuat dan stabil. Berbagai kalangan, seperti ditulis pakar sejarah
Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Kontemporer, menilai ide Jamaluddin itu
sebenarnya sebagai entitas politik Islam universal. Mau tak mau, ia pun bersentuhan
langsung dengan para penjajah itu.
Dengan gagasannya ini, Al-Afghani mengubah Islam menjadi ideologi anti-kolonialis
yang menyerukan aksi politik menentang Barat. Baginya, Islam adalah faktor yang paling
esensial untuk perjuangan kaum Muslim melawan Eropa, dan Barat pada umumnya.
Namun demikian, pada saat yang sama Al-Afghani juga mendukung ide semacam
nasionalisme, lebih tepatnya "nasionalitas" (jinsiyyah) dan "cinta tanah air"
(wathaniyyah). Sepintas, dua gagasan ini boleh jadi kontradiktif dengan gagasannya
tentang Pan-Islamisme. Namun, tampaknya Jamaluddin tak ambil pusing. Baginya, bila
dua 'entitas' itu dapat disatukan menjadi sebuah kekuatan besar yang dapat merubah nasib
dunia Islam, mengapa tidak dicoba? Pada sisi inilah tampaknya seluruh hidupnya ia
dedikasikan. (Hery Sucipto)[republika.co.id]
77
Laksamana Cheng Ho
Dalam sejarah Indonesia, Laksamana Sam Po Kong dikenal dengan nama Zheng He,
Cheng Ho, Sam Po Toa Lang, Sam Po Thay Jien, Sam Po Thay Kam, dan lain-lain.
Laksamana Sam Po Kong berasal dari bangsa Hui, salah satu bangsa minoritas Tionghoa.
Laksamana Cheng Ho adalah sosok bahariawan muslim Tionghoa yang tangguh dan
berjasa besar terhadap pembauran, penyebaran, serta perkembangan Islam di Nusantara.
Cheng Ho (1371 - 1435) adalah pria muslim keturunan Tionghoa, berasal dari propinsi
Yunnan di Asia Barat Daya. Ia lahir dari keluarga muslim taat dan telah menjalankan
ibadah haji yang dikenal dengan haji Ma.
Konon, pada usia sekitar 10 tahun Cheng Ho ditangkap oleh tentara Ming di Yunnan.
Pangeran dari Yen, Chung Ti, tertarik melihat Cheng Ho kecil yang pintar, tampan, dan
taat beribadah. Kemudian ia dijadikan anak asuh. Cheng Ho tumbuh menjadi pemuda
pemberani dan brilian. Di kemudian hari ia memegang posisi penting sebagai Admiral
Utama dalam angkatan perang.
Pada saat kaisar Cheung Tsu berkuasa, cheng Ho diangkat menjadi admiral utama armada
laut untuk memimpin ekspedisi pertama ke laut selatan pada tahun 1406. Sebagai
admiral, Cheng Ho telah tujuh kali melakukan ekspedisi ke Asia Barat Daya dan Asia
Tenggara. Selama 28 tahun (1405 - 1433 M) Cheng Ho telah melakukan pelayaran
muhibah ke berbagai penjuru dunia dengan memimpin kurang lebih 208 kapal berukuran
besar, menengah, dan kecil yang disertai dengan kurang lebih 27.800 awak kapal. Misi
muhibah pelayaran yang dilaksanakan oleh Laksamana Cheng Ho bukan untuk
melaksanakan ekspansi, melainkan melaksanakan misi perdagangan, diplomatik,
perdamaian, dan persahabatan. Ini merupakan pelayaran yang menakjubkan, berbeda
dengan pengembaraan yang dilakukan oleh pelaut Barat seperti Cristopherus Colombus,
Vasco da Gamma, atau pun Magelhaes.
Sebagai bahariawan besar sepanjang sejarah pelayaran dunia, kurang lebih selama 28
tahun telah tercipta 24 peta navigasi yang berisi peta mengenai geografi lautan. Selain itu,
Cheng Ho sebagai muslim Tiong Hoa, berperan penting dalam menyebarkan agama Islam
di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.
Pada perjalanan pelayaran muhibah ke-7, Cheng Ho telah berhasil menjalankan misi
kaisar Ming Ta'i-Teu (berkuasa tahun 1368 - 1398), yaitu misi melaksanakan ibadah haji
bagi keluarga istana Ming pada tahun 1432 - 1433. Misi ibadah haji ini sengaja
dirahasiakan karena pada saat itu, bagi keluarga istana Ming menjalankan ibadah haji
secara terbuka sama halnya dengan membuka selubung latar belakang kesukuan dan
agama.
Untuk mengesankan bahwa pelayaran haji ini tidak ada hubungannya dengan keluarga
istana, sengaja diutus Hung Pao sebagai pimpinan rombongan. Rombongan haji itu tidak
diikuti oleh semua armada dalam rombongan ekspedisi ke-7. Rombongan haji ini
berangkat dari Calleut (kuli, kota kuno) di India menuju Mekkah (Tien Fang).
78
Demikianlah misi perjuangan dan misi rahasia menunaikan ibadah haji yang dijalankan
Cheng Ho, dan misi tersebut berhasil. Akan tetapi Cheng Ho merasa sedih karena tidak
bisa bebas berlayar menuju tanah leluhurnya, Mekkah, untuk beribadah haji dan
berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, pada ekspedisi ke-5, armada
Cheng Ho telah berhasil mencapai pantai timur Afrika dalam waktu tiga tahun. Dalam
kesempatan tersebut, armada Cheng Ho berkunjung ke kerajaan di Semenanjung Arabiah
dan menunaikan panggilan Allah ke mekkah.
Sejarah tentang perjalanan muhibah Cheng Ho, hingga saat ini masih tetap diminati oleh
berbagai kalangan, baik kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, maupun
masyarakat keturunan Tionghoa. Chneg Ho telah menjadi duta pembauran negeri
Tiongkok untuk Indonesia yang diutus oleh kaisar Dinasti Ming pada tahun Yong Le ke-3
(1405). Dalam tujuh kali perjalanan muhibahnya ke Indonesia, Laksamana Cheng Ho
berkunjung ke Sumatera dan Pulau Jawa sebanyak enam kali.
Kunjungan pertama adalah ke Jawa, Samudera Pasai, Lamrbi (Aceh Raya), dan
Palembang. Sebagian besar daerah yang pernah dikunjungi Cheng Ho menjadi pusat
dagang dan dakwah, diantaranya Palembang, Aceh, Batak, Pulau Gresik, Semarang (di
sekitar Gedong Batu), Surabaya, Mojokerto, Sunda Kelapa, Ancol, dan lain-lain. Gerakan
dakwah pada masa itu telah mendorong kemajuan usaha perdagangan dan perekonomian
di Indonesia.
Dalam perjalanan muhibahnya, setiap kali singgah di suatu daerah ia banyak menciptakan
pembauran melalui bidang perdagangan, pertanian, dan peternakan.
Misi muhibah yang dilakukan Cheng Ho memberikan mamfaat yang besar bagi negeri
yang dikunjunginya. [Majalah Percikan Iman No. 9 Tahun II September 2001]
Malik bin Nabi
Banyak pemikir Islam yang menuangkan buah pemikirannya demi kejayaan kembali
peradaban Islam. Apalagi banyak negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas Islam
mengalami penjajahan sehingga dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat Islam di
negeri tersebut.
Pasalnya, para bangsa penjajah itu secara sistematik merombak semua peradaban yang
ada. Mereka telah memiliki nilai sendiri dan berusaha menanamkannya pada masyarakat
Islam yang mereka jajah. Tak heran jika peradaban para imperialis tertinggal dan menjadi
pijakan masyarakat meski bertentangan arus dengan peradaban agamanya.
Salah satu pemikir Islam yang hidup dan mengamati kondisi keterpurukan dan
ketimpangan sebagai akibat imperialisme adalah Malik bin Nabi. Ia begitu gigih
memberikan gagasan membangun kembali peradaban Islam yang tak jarang terurai akibat
imperialisme yang mendera negeri-negeri Muslim tersebut. Malik memiliki nama
lengkap Malik bin el-Haj Umar binel-Hadlari bin Mustofa bin Nabi. Ia dilahirkan pada 2
79
Januari 1905, di Kota Konstantin, Aljazair. Hingga sekolah menengah ia tetap berada di
kota kelahirannya dan mulai tertarik mengamati segala peristiwa yang ada di sekitarnya.
Setelah menamatkan sekolah menengah, ia kemudian melanjutkan studinya di Paris,
Prancis. Di negeri ini, ia berhasil meraih gelar insinyur di bidang elektro pada 1935. Usai
menamatkan pendidikannya itu rupanya ia tak langsung kembali ke negeri asalnya,
namun berkeliling ke negara-negara Islam.
Beragam kejadian ia saksikan, misalnya ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi
yang terjadi dalam tatanan kehidupan masyarakat di negara yang ia singgahi karena
adanya penjajahan atau imperialisme. Sementara di negeranya sendiri, Aljazair, juga
serupa juga sempat terjadi.
Pada masa imperialisme, dunia Islam mengalami penderitaan yang berkepanjangan.
Malik bin Nabi menggambarkan penderitaan ini sebagai penyakit kronik yang tak bisa
disembuhkan lagi. Namun sayangnya, umat Islam seringkali tak sadar akan penyakit
yang dideritanya itu.
Melalui pengalaman inilah kemudian ia menganggap fenomena kehidupan adalah sebagai
proses untuk memahami peradaban. Pengamatannya yang tersimpan dalam benaknya
selama ini kemudian mendorongnya untuk menggagas metodologi peradaban.
Buah pikirannya kemudian ia tuangkan dalam bukunya di bawah seri 'Musykilay Al-
Hadharat' atau Problem Peradaban. Dalam karyanya itu, ia menyatakan bahwa peradaban
berjalan laiknya matahari. Ia mengitari bumi di atas cakrawala setiap bangsa Timur dan
Barat.
Siapa yang mampu menangkap momentum dan menggunakan kesempatan, merekalah
yang akan mewarnai peradaban. Ia bahkan menyanggah kalangan seiman yang meyakini
bahwa kemajuan dan kemunduran adalah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Dalam bukunya, Membangun Dunia Baru Islam, terbitan Mizan, tahun 1994, pemikir
yang seringkali disebut sebagai pewaris pemikiran sejarawan besar Ibn Khaldun ini,
memaparkan bahwa untuk membangun kebangkitan umat dari keterbelakangan, hal yang
perlu diperhatikan adalah faktor manusia, tanah (materi) dan waktu melalui pendekatan
analisis budaya yang diuraikan secara filosofis.
Berpijak pada pemikirannya ini kemudian Muslim dapat menyimak bagaimana sebaiknya
umat Islam membangun peradaban barunya. Setelah umat mengalami masa-masa
keterbelakangan akibat penjajahan. Dengan bekal ilmu eksakta yang dimiliki, tak heran
jika analisis Malik bin Nabi terhadap sejarah dan masa depan umat menjadi unik.
Pasalnya, teori yang ia kembangkan banyak yang berpijak pada rumus-rumus matematika
dan fisika.
Ia menyatakan pula, dalam pandangam Islam lahirnya peradaban digerakkan oleh
turunnya wahyu dari Tuhan. Wahyu itulah yang menjadi pedoman bagi manusia untuk
80
menempuh jalan terbaik. Dari sinilah kemudian akan muncul sebuah peradaban umat
yang baik dan paripurna.
Sejarah memperlihatkan, sebelum datangnya Islam bangsa Arab merupakan bangsa yang
buta akan makna hidup serta tak mampu menggunakan potensi kemanusiaanya secara
baik. Demikian pula dengan alam serta waktu yang mereka miliki, tak dapat menciptakan
sebuah peradaban.
Islam kemudian datang, lalu ketiga unsur itu berkembang dalam sanubari mereka dan
akhirnya mampu membentuk peradaban baru. Perintah membaca (iqra) mampu
membangkitkan kesadaran mereka untuk hidup menjadi manusia sejati. Mereka juga
kemudian menyadari akan alamnya, karena dalam kitab sucinya memberikan arahan
untuk memikirkan alam di sekitarnya.
Kegigihan Malik bin Nabi membangun peradaban umat telah menciptakan analisa yang
lengkap tentang jatuh bangunnya peradaban. Ia mengungkapkan bahwa peradaban tak
terikat dengan takdir, tetapi tergantung pada sikap manusia sendiri.
Di sisi lain, kebudayaan manusia harusnya dapat bersumbangsih bagi peradaban manusia
secara keseluruhan. Di mana sandaran utamanya adalah terciptanya trans peradaban
antarbangsa yang sempat terputus. Guna membangunnya kembali perlu dibentuk proyek
Islamic Commonwealth atau Persemakmuran Islam.
Malik membagi persemakmuran itu menjadi dunia Islam Afrika, Arab, Iran (Paris,
Pakistan dan Afghanistan) dan dunia Islam Malaysia (Indonesia, dan Melayu. Dunia
Islam Cina dan dunia Islam Eropa-Amerika.
Dalam sejarah pemikiran Islam kontemporer, Malik bin Nabi dikenal memiliki alur
pemikiran yang sama dengan Jamaluddin Al-Afghani, Muhamad Abduh, Rosyid Ridha,
maupu Thantawi Jauhari, yang bisa mengaitkan antara Islam realitas dan Islam
tradisional.
Buah pikirnya yang memiliki nuansa politik, budaya, ekonomi maupun sosial menjadi
tawaran alternatif dalam memecahkan masalah yang tengah dihadapi oleh dunia Islam.
Bahkan negara Barat juga tertarik dengan pemikiran-pemikiran tajamnya.
Pada 1956, Malik bin Nabi singgah di Mesir. Departemen Penerangan Mesir kala itu
memberikan kesempatan kepada Malik bin Nabi untuk menerjemahkan buku karyanya
yang sebagian besar masih tertulis dalam bahasa Prancis ke dalam bahasa Arab. Tujuh
tahun kemudian, 1963, ia kembali ke kampung halamannya dan dipercaya menjadi
Direktur Utama Perguruan Tinggi Al-Jazair.
Hanya empat tahun ia menduduki jabatan tersebut. Setelah undur diri ia lebih banyak
berkonsentrasi dalam kerja intelektual dan menjadi pembicara dalam berbagai seminar,
baik di dalam maupun luar negeri. Ia telah lakukan sebuah upaya besar berupa jihad
81
intelektual demi majunya kembali peradaban Islam. Pada 31 Oktober 1973 Malik bin
Nabi kembali ke haribaan Allah SWT untuk selama-lamanya. [republika.co.id]
Muhammad Abduh
Akhir abad 18 atau awal abad 19. Dunia Islam tercabik-cabik oleh penjajah. Mesir,
Sudan, Pakistan dan Bangladesh (India), Malaysia, serta Brunei diduduki Inggris.
Aljazair, Tunisia, dan Maroko dijajah Perancis. Italia mendapat bagian Libia. Sedangkan
Indonesia jadi jajahan Belanda.
Sementara itu, pada waktu yang sama, Kekhalifahan Turki Usmani yang menjadi simbol
'kebesaran' Islam sudah seperti orang sakit. Daerah kekuasaannya dikapling-kapling oleh
bangsa-bangsa Eropa. Untuk menyelamatkan Turki, Mustafa Kamal Attaturk pada 1923
mengubah sistem pemerintahan kesultanan menjadi republik yang sekuler. Sejak itu,
sistem kekhalifahan di dunia Islam pun berakhir.
Pada masa-masa itu, boleh dikata, merupakan kemunduran dunia Islam. Kemunduran
yang sebenarnya sudah dimulai sekitar enam abad sebelumnya. Yaitu sejak jatuhnya
pemerintahan Islam di Andalusia dan kemudian Kekhalifahan Bani Abbasiyah di
Baghdad oleh tentara Mongol. Selama itu pula pemikiran Islam juga mengalami
kemandegan.
Baru pada abad ke-19, kondisi itu mencair dengan munculnya para pemikir dan tokoh
Islam yang coba mengelaborasi kembali pemahaman keagamaan yang disesuaikan
dengan perkembangan masyarakat. Nama-nama seperti Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad bin Abdul Wahab, Sheikh Muhammad Rasyid Ridha, dan Sheikh
Muhammad Abduh, menjadi pelopor kebekuan pemikiran keislaman tersebut.
Sejarah mencatat, kiprah Muhammad Abduh secara khusus dinilai tidak saja telah
membangkitkan gerakan revolusioner melalui pemikiran-pemikirannya, tapi sekaligus
menjadi cikal bakal dari munculnya faham 'Kiri Islam' dan 'Kanan Islam' melalui muridmuridnya.
Gerakan revolusionernya itu telah membuat takut pemerintah kolonial.
Munculnya gerakan perlawanan umat Islam terhadap penjajah Eropa antara lain juga
dipengaruhi oleh pemikiran Abduh.
Abduh, bernama lengkap Muhammad Abduh bin Hassan Khair Allah, lahir di Desa
Mahallat Nashr, Provinsi Gharbiyah, Mesir, pada 1265 H atau 1849 M. Ia mengenal
agama pertama kali dari dari orangtuanya. Dalam usia belasan tahun, ia sudah hafal Al-
Qur'an dan menguasai seluruh isi kitab suci itu dengan baik. Abduh kemudian
melanjutkan pendidikan formalnya di Thanta, di sebuah lembaga pendidikan Masjid Al-
Ahmad, milik Al-Azhar.
Seorang gurunya, Sheikh Darwisy, dengan tekun membimbing dan mengajari ilmu dan
mengarahkannya pada kehidupan sufi. Tahun 1871 Abduh bertemu dengan Sayyid
Jamaluddin Al-Afghani. Pertemuan ini mempunyai arti penting bagi perjalanan hidup
Abduh selanjutnya. Pada Jamaluddin ia belajar filsafat, ilmu kalam, ilmu pasti dan ilmu
pengetahuan lain yang juga diperoleh di Al-Azhar.
82
Metode diskusi yang diterapkan Jamaluddin menarik minat Abduh. Sementara itu, dalam
karirnya, Abduh pernah menjadi dosen di Al-Azhar, Darul Ulum (kini Universitas Kairo)
dan perguruan bahasa Khedevi. Selain itu, ia juga pernah menjadi Mufti Mesir dan
menjabat sebagai hakim agung. Di bidang jurnalistik, Abduh menjadi salah satu penulis
produktif dan pernah menjadi pemimpin redaksi koran Waqa'i Al Mishriyyah, harian
milik pemerintah yang mengupas persoalan-persoalan sosial, politik, agama, dan negara.
Kiprah panjangnya baru berakhir pada 1905, ketika Sang Khalik memanggilnya untuk
selamanya.
***
Gagasan Pembaruan
Kontribusi pembaruan pemikiran Abduh paling menonjol dan menjadi fokus gerakannya
meliputi dua bidang : pembaruan teologi dan hukum. Dua aspek inilah yang dianggapnya
sangat vital, yang pada masanya dilupakan umat Islam, sehingga benih kemunduran di
hampir segala lini kehidupan pun tak bisa dihindari.
Pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga hal, yaitu : kebebasan manusia dalam memilih
perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadap sunnah Allah, dan fungsi akal yang sangat
dominan dalam menggunakan kebebasan. Pandangan Abduh tentang perbuatan manusia
bertolak dari satu deduksi, bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih
perbuatannya.
Namun demikian, kebebasan tersebut bukanlah kebebasan yang tanpa batas. Seperti
ditulis Muhammad Imarah dalam bukunya Al A'maal Al Kaamilah lil Imam Muhammad
Abduh, (Cairo), setidaknya ada dua ketentuan yang menurut Abduh sangat mendasari
perbuatan manusia, yakni : (1) Manusia melakukan perbuatan dengan daya dan
kemampuannya. (2) Kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjadi.
Berkaitan dengan pemikiran teologisnya, Abduh memandang akal berperan penting
dalam mencapai pengetahuan yang hakiki tentang iman. Akal dalam sistem teologi
Abduh bahkan memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Berkat akal, orang dapat
mengetahui adanya Tuhan dan sifat-sifat-Nya, mengetahui adanya hidup di akhirat,
mengetahui kewajiban terhadap Tuhan, mengetahui kebaikan dan kejahatan, serta
mengetahui kewajiban membuat hukum-hukum. Tetapi, itu bukan berarti manusia tak
membutuhkan wahyu sebagai petunjuk hidup mereka.
Menurut Abduh, wahyu tetap dibutuhkan, sebab wahyu sesungguhnya memiliki dua
fungsi utama, yakni menolong akal untuk mengetahui secara rinci mengenai kehidupan
akhirat, dan menguatkan akal agar mampu mendidik manusia untuk hidup secara damai
dalam lingkungan sosialnya.
Dengan pemahaman seperti ini, seorang mukmin baru dapat 'mengenali' Tuhan dengan
baik yang tercermin melalui tindakan-tindakan dan kehendak baik manusia. Dalam
83
bukunya, Hasyiyah 'Ala Syarh Dawani lil Aqaid, ia berpendapat, sifat-sifat Tuhan adalah
esensi Tuhan itu sendiri.
Dalam aspek hukum, pemikiran Abduh tercermin dalam tiga prinsip, yaitu : Al-Qur'an
sebagai sumber syariah, memerangi taqlid, dan berpegang kuat pada akal dalam
memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Abduh membagi syariah menjadi dua macam, yaitu;
qath'i (pasti) dan zhanni (tidak pasti). Hukum syariah jenis pertama wajib bagi setiap
Muslim mengetahui dan mengamalkan tanpa interpretasi, karena ia jelas tersebut dalam
Al-Qur'an dan Hadits. Sedangkan hukum syariah jenis kedua datang dengan tunjukan
nash dan ijma' yang tidak pasti.
Jenis hukum kedua inilah yang menjadi lapangan ijtihad para mujtahid. Dalam konteks
ini, ijtihad Abduh nampak begitu jelas. Berbeda pendapat, menurutnya adalah wajar dan
merupakan tabiat manusia. Keseragaman berfikir dalam semua hal adalah sesuatu yang
tidak mungkin diwujudkan.
Yang membawa bencana perpecahan, menurutnya, jika pendapat-pendapat yang berbeda
tersebut dijadikan tempat berhukum dengan tunduk pada pendapat tertentu tanpa berani
mengritik dan mengajukan pendapat lain. Sikap yang harus diambil umat Islam dalam
menghadapi perbedaan pendapat adalah dengan kembali kepada sumber aslinya, yaitu Al-
Qur'an dan Sunnah. Bagi yang berilmu pengetahuan wajib berijtihad, sedang bagi orang
awam bertanya kepada orang yang ahli dalam bidang agama.
Ia menyarankan agar para ahli fikih membentuk tim yang bekerja untuk mengadakan
penelitian tentang pendapat yang terkuat di antara pendapat-pendapat yang ada.
Kemudian keputusan tim itulah yang dijadikan pegangan umat Islam. Di samping
bertugas memfilter, tim ahli fikih tersebut juga bertugas mengadakan reinterpretasi
terhadap hasil ijtihad ulama maupun madzhab masa lalu. Jadi, menurutnya, bermadzhab
berarti mencontoh metode ber-istinbath hukum.
Peran dan kiprah Mohammad Abduh dalam mengangkat citra Islam dan kualitas umatnya
dari keterpurukan memang tak kecil. Dialah seorang mujaddid dan mujtahid sekaligus,
yang pada masanya, bukan saja mengalami tentangan internal maupun eksternal. Berkat
upayanya, meski belum begitu maksimal, modernisme pemikirannya mulai kelihatan.
Dalam amatan cendekiawan Muslim Dr Nurcholish Madjid (Islam Kemoderenan dan Ke-
Indonesiaan, Mizan : 1987), 'modernisme' Abduh, antara lain, tercermin dalam sikapnya
yang apresiatif terhadap filsafat. Ia peroleh wawasan itu dari gurunya, Jamaluddin Al-
Afghani, seorang penganjur gigih Pan-Islamisme dan orator politik yang memukau.
Di Indonesia, pemikiran Abduh banyak mempengaruhi perjalanan dan patron ormas
Islam, Muhammadiyah, di mana banyak persamaan antara keduanya. Di antara warisan
intelektualnya adalah Risalah al-Tauhid. Sedangkan Tafsir Al Manar merupakan
kumpulan pidato-pidato, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh
muridnya, syeikh Mohammad Rasyid Ridha. [republika.co.id]
Muhammad Ali Pasya
84
Negara Mesir sejak masa lampau sudah memiliki budaya yang tinggi. Begitu pula pada
saat sekarang ini, Mesir masih memegang peranan penting dalam kancah budaya, sosial,
dan politik di kawasan Timur Tengah. Ini tak terlepas dari jasa seseorang yang bernama
Muhammad Ali Pasya, pelopor pembaruan dan Bapak Pembangunan Mesir modern.
Sejatinya, Muhammad Ali bukanlah orang Mesir asli. Dia berasal dari dusun Kavala-
Albania dan lahir sekitar tahun 1765. Orang tuanya hanyalah pedagang rokok eceran dan
hidup kurang mampu. Kondisi tersebut mendorong Muhammad Ali bekerja keras sejak
masih kecil. Kesibukannya bekerja pada akhirnya tidak memberinya kesempatan untuk
mengenyam dunia pendidikan. Akibatnya, dia pun menjadi tidak pandai membaca dan
menulis.
Menginjak dewasa, Muhammad Ali bekerja sebagai pemungut pajak. Di sini dia mulai
memperlihatkan kecakapannya sehingga tiap tugas yang dibebankan, terlaksana dengan
baik. Tak cuma itu, nasib baiknya berlanjut tatkala Gubernur Utsmani mengambilnya
sebagai menantu.
Kemudian dia masuk ke kemiliteran. Muhammad Ali menjadi ahli strategi andal,
kariernya pun terus menanjak. Dan saat memangku jabatan selaku salah satu komandan
pasukan Ottoman, tahun 1798 Muhammad Ali dikirim ke Mesir (saat itu adalah salah satu
provinsi Ottoman) untuk membantu Inggris memerangi tentara Prancis pimpinan
Napoleon Bonaparte. Dalam pertempuran tersebut, dia kembali menunjukkan kecakapan
serta keberanian sampai selanjutnya diangkat sebagai kolonel.
Setelah tentara Prancis meninggalkan Mesir tahun 1801, terjadi kekosongan politik di
negara tersebut. Oleh Muhammad Ali, hal tersebut dinilainya sebagai satu kesempatan
untuk mengambil alih kekuasaan. Situasi vakum ini memunculkan tiga kekuatan yang
bertujuan ingin merebut kekuasaan pula. Yakni Khursyid Pasya dari Istambul-Turki,
kaum Mamluk yang menginginkan kembali kekuasaannya yang lepas setelah kedatangan
Prancis, serta Muhammad Ali sendiri.
Awalnya, Muhammad Ali belum terang-terangan menunjukkan niatnya itu. Dirinya
menyadari, agar bisa mewujudkan harapan, maka pertama kali yang perlu dilakukan
adalah mendapatkan dukungan rakyat. Maka dia pun lantas mengambil sikap mengadu
domba dua kekuatan lain. Lama kelamaan, simpati dari rakyat Mesir yang sudah benci
terhadap kaum Mamluk diperolehnya. Sedangkan pada kesempatan sama, tentara Turki di
bawah pimpinan Khursyid Pasya ternyata sebagian besar berasal dari Albania. Ini
membuat simpati rakyat kepada Turki berkurang.
Dengan kelemahan yang ada pada dua pesaingnya itu, Muhammad Ali mempunyai
kedudukan lebih kuat guna merebut kekuasaan. Barulah setelah dinilainya situasi politik
kian mendukungnya, segera saja dia menghancurkan kekuasaan Mamluk dan Khursyid
Pasha. Serta merta, pasukan sultan Turki dipaksa kembali ke Istambul. Seperti disebutkan
dalam buku Ensiklopedi Islam, maka tahun 1805, Istambul mengangkatnya sebagai Pasya
(gubernur) Mesir.
85
Pemerintahannya berjalan dengan keras. Di awal kekuasaan, pengaruh kaum Mamluk di
Mesir belum sepenuhnya pudar. Oleh katena itu, Muhammad Ali berupaya
menyingkirkan terlebih dulu pihak-pihak penentang kekuasaannya. Tahun 1811, kaum
Mamluk dapat ditaklukkan. Setelah semua ancaman dieliminir, mulailah berbagai
pembaruan dikerjakan.
Salah satu bidang yang menjadi fokus pembaruannya adalah militer. Menurut
pendapatnya, melalui kekuatan militer akan dapat mengamankan kekuasaan serta upaya
pembangunan. Disadari, mengembangkan kekuatan militer hanya bisa dicapai dengan
penguasaan pengetahuan modern. Terkait masalah tersebut, tahun 1819 dia mengutus
seorang kolonel Prancis bernama Save --yang kemudian beralih ke agama Islam dengan
nama Sulaiman Pasya-- guna memodernisasi angkatan bersenjata Mesir.
Dibangunlah sekolah militer di Kairo serta Akademi Industri Bahari juga Sekolah
Perwira Angkatan Laut di Alesandria. Selain itu, ratusan perwira Mesir dikirimnya ke
Eropa untuk menimba ilmu kemiliteran.
Pembaruan pada bidang perekonomian juga menjadi perhatian serius. Beragam kegiatan
dilaksanakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi negara serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Sejumlah irigasi dibangun, impor kapas dari India dan Sudan, dan
juga mendatangkan tenaga ahli pertanian dari Eropa. Modernisasi bidang angkutan umum
dan industri menjadi fokus utama awal pemerintahan Muhammad Ali.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan adalah pula unsur penting gerakan pembaruan
Muhammad Ali di Mesir. Demi tujuan itu, dibentuklah kementerian pendidikan dan
sejumlah lembaga pendidikan. Antara lain Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran
(1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), dan Sekolah
Penerjemahan (1836).
Sekolah-sekolah tersebut telah menerapkan sistem pengajaran modern yang antara lain
diadopsi dari Eropa. Demikian pula tenaga pengajarnya, selain dari Mesir sendiri, juga
guru dari Eropa didatangkan. Antara tahun 1813-1849, sejumlah pelajar Mesir dikirim ke
Italia, Prancis, Inggris, dan Austria.
Untuk mendukung percepatan pembangunan dan pembaruan Mesir, penerjemahan bukubuku
berbahasa asing --terutama dari Eropa-- terus dilakukan, seperti ilmu fisika, sastra,
kedokteran dan lain-lain. Hasilnya pun cukup menggembirakan dan membawa pengaruh
besar bagi rakyat Mesir. Mereka lebih mengenal dunia luar serta mengetahui
perkembangan dunia Islam pada umumnya.
Apa yang telah dilaksanakan Muhammad Ali Pasya ketika memimpin Mesir, telah
mampu mewujudkan Mesir menjadi sebuah negara modern. Hingga kini, Mesir masih
dipandang sebagai pusat ilmu pengetahuan di kawasan Timur Tengah.
Keberadaan universitas terkenal Al-Azhar makin memperkokoh kedudukan Mesir dalam
bidang ilmu pengetahuan Islam. Ribuan mahasiswa dari berbagai negara di dunia, setiap
86
tahunnya menimba ilmu di sini. Semua itu salah satunya adalah berkat jasa-jasa
Muhammad Ali Pasya, yang lantas dijuluki Bapak Pembangunan Mesir Modern.
[republika.co.id]
Muhammad Ar Razi
Muhammad Ar Razi adalah salah satu putera mahkota intelektualisme Islam. Selain Ibnu
Sina (Avicenna) yang dikenal sebagai perintis awal ilmu kedokteran, Muhammad bin
Zakaria Ar Razi (lebih dikenal dengan nama Ar Razi) juga menduduki derajat sebagai
perintis kedokteran modern.
Dilahirkan di Rayy, dekat Teheran, Iran, pada 846 M (wafat di kota yang sama pada 925
M), Ar Razi yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar Razi itu sejak
kecil telah menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
Namun demikian, ia yang dididik dan dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat,
sebenarnya baru tertarik dan menekuni secara serius masalah-masalah kedokteran justru
di usia tua. Hanya saja, meski keseriusannya terhadap disiplin ilmu yang satu ini telah
ada sejak muda, kepakaran dan kejeniusan Ar Razi pada bidang kedokteran jauh
melampaui dari keahliannya di masa tua. Hal inilah yang menempatkan dirinya pada
deretan ilmuwan Muslim yang sangat disegani dan dihormati dunia Barat. Sebagian ahli
sejarah menyebutkan, Ar Razi sebenarnya telah menggeluti filsafat, kimia, matematika,
dan kesastraan sejak muda.
Mengutip ahli sejarah Ibnu Khallikan, seorang penulis biografi Barat, AJ Aberry, dalam
pengantar buku Ar Razi, The Spiritual Physic of Rhazes (Penyembuhan Ruhani),
menulis, "Di masa mudanya, ia gemar main kecapi dan menekuni musik vokal. Namun
ketika beranjak dewasa, dia meninggalkan hobinya ini seraya mengatakan bahwa musik
yang berasal dari antara kumis dan jenggot tidak punya daya tarik dan pesona untuk
dipuji serta dikagumi."
Sejak inilah, beberapa sumber menyebutkan Ar Razi lebih banyak memfokuskan dirinya
pada tradisi intelektualisme di sekitar filsafat, logika, eksakta, dan kedokteran. Yang
terakhir ini, seperti disinggung di atas, mendapat porsi khusus dari energinya di usia tua.
Pada bidang ini, ia sampai meluangkan waktu khusus ke Baghdad, Irak, guna
memperdalam kedokteran.
Kala itu, Baghdad dikenal pada puncak keemasan intelektualisme. Baghdad yang kala itu
menjadi pusat pemerintahan imperium Bani Abbasiyah, semakin menegaskan diri sebagai
pusat ilmu pengetahuan, khususnya ketika tahta kekuasaan diperintah oleh Khalifah Al
Manshur (754-775 M), Harun Al Rasyid (wafat 809 M), hingga Khalifah Al Makmun
(813-833 M). Di kota Baghdad ini, Ar Razi berguru pada Humayun Ibnu Ishaq, seorang
ulama yang menguasai ilmu pengobatan dengan baik.
Dari guru yang telah lama berpraktik di bidang pengobatan inilah, Ar Razi menguasai
dengan baik dasar-dasar teknik pengobatan. Sekembali dari Baghdad, Ar Razi
87
memutuskan untuk membaktikan dirinya pada masyarakat, khususnya pada bidang yang
selama ini ia tekuni, kedokteran. Dalam waktu tak lama, lantaran kepakarannya, ia
memperoleh perhatian khusus dari penguasa setempat.
Karena reputasi dan kelebihannya itulah pemerintah kemudian memutuskan memberi
amanat pada dirinya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Teheran. Selain menjadi
dokter, tokoh yang dikenal pula dengan kerendahan hatinya ini tak kurang
mengoptimalkan pengabdiannya dengan mengajar. Tercatat, para mahasiswanya tak
hanya berdatangan dari berbagai penjuru dunia Islam, tapi juga dari negara-negara Barat.
Setiap kuliahnya selalu dipadati para mahasiswa.
Patut dicatat, Ar Razi menerapkan metode perkuliahan yang bisa dikata unik tapi sangat
mendidik. Yakni perkuliahan diatur sedemikian rupa agar beberapa penceramah senior
dan yunior dapat membahas berbagai macam pertanyaan yang mampu mereka jawab, dan
hanya merujuk kepadanya jika persoalan-persoalan yang melampaui batas jangkauan
pengetahuan mereka. Tampaknya, cara ini pula yang kini banyak dikembangkan di
mayoritas universitas terkemuka di Barat dan sebagian di dunia Timur.
Dalam perjalanan karirnya ini pula, tokoh yang di Barat dikenal dengan nama Rhazes ini
harus meninggalkan pengabdiannya di kota kelahirannya untuk memenuhi penggilan
penguasa Baghdad. Di kota ini, penguasa setempat mempercayai Ar Razi sebagai kepala
rumah sakit di kota yang juga dikenal dengan sebutan "Kota Seribu Satu Malam" ini.
Dengan demikian, selain memberikan teori-teorinya, Ar Razi juga langsung
mempraktikkan ilmunya dalam perawatan pasien di berbagai rumah sakit di Teheran dan
Baghdad.
Selama menekuni dunia pengobatan, Ar Razi dikenal memiliki reputasi luar biasa.
Puluhan buku telah ia tulis. Melalui karya-karyanya itulah ia mengilhami kemajuan dan
perkembangan kedokteran modern, khususnya di dunia Barat. Selama 35 tahun ia
berpraktik pada disiplin ilmu tersebut, Ar Razi tak hanya berkeliling dari satu tempat ke
tempat lain di Baghdad maupun di Rayy, Teheran. Tapi sekaligus juga daerah-daerah di
luar kedua kota itu tak kurang ia kunjungi untuk pengabdian pada masyarakat setempat.
Di tengah-tengah keseriusan dan makin meningkatnya penguasaan ilmu kedokteran, Ar
Razi yang makin tua usia terserang penyakit katarak hingga membuat matanya buta.
Penglihatannya praktis tak berfungsi. Ketika ia dianjurkan untuk berbekam, konon Ar
Razi menjawab, "Tidak, aku sudah demikian lama melihat seluruh dunia ini sehingga aku
pun lelah karenanya."
Pengabdian dan kejeniusan Ar Razi ini diakui Barat. Banyak ilmuwan Barat
menyebutnya sebagai pioner terbesar dunia Islam di bidang kedokteran. "Razhes
merupakan tabib (dokter) terbesar dunia Islam, dan satu yang terbesar sepanjang sejarah,"
jelas Max Mayerhof.
Sementara sejarawan Barat terkenal, George Sarton mengomentari Ar Razi dengan cerdas
sekali. Katanya, "Ar Razi dari Persia itu tidak hanya tabib terbesar dunia Islam dan Abad
88
Pertengahan. Ia juga kimiawan dan fisikawan. Ia bisa dinyatakan sebagai salah seorang
perintis latrokimia zaman Renaisans. Maju di bidang teori, ia memadukan
pengetahuannya yang luas melalui kebijaksanaan Hippokratis." Maka pada tempatnya
bila umat manusia, Barat khususnya, berutang budi dan mesti berterima kasih pada sosok
ini. (hery sucipto)[republika.co.id]
uhammad Bin Abdul Wahab
Saat Islam jatuh ke jurang keruntuhan (abad ke-18), kerusakan budi dan moral amat
parah. Pendidikan terhenti, pemerintahan menjadi despotis, kadang terjadi anarki, agama
membeku, ketauhidan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW telah diselubungi khurafat,
mesjid-mesjid ditinggalkan oleh golongan besar yang awam, azimat dan penangkal
penyakit merajalela sebagai �kepercayaan baru� umat, menziarahi kuburan �orang-orang
keramat� mentradisi, pemujaan terhadap �orang-orang suci� yang dijadikan sebagai
�perantara� komunikasi dengan tuhan, menggejala. Minum arak dan mengisap candu jadi
hal biasa, pelacuran merajalela, dan akhlak merosot serta kehormatan diri rusak.
Dunia Islam diliputi kegelapan. Tapi tiba-tiba, bergemalah seruan dari padang pasir yang
luas � tempat lahir Islam di tanah Arab � memanggil Umat Islam kembali ke jalan yang
benar. Adalah Muhammad bin Abdul Wahab yang menggemakan seruan itu. Ia
menggerakkan Umat Islam untuk memperbaiki jiwa dan membangkitkan kemegahan dan
kebesaran Islam.
Abdul Wahab adalah sosok pembaharu yang cukup berpengaruh sekaligus berhasil
menggedor mata hati umat. Ia melancarkan gerakan pembaharuannya berdasarkan ide-ide
Ibnu Taimiyah. Gerakannya ini dikenal dengan Wahabiyah atau Wahabisme, suatu
gerakan pemurnian ajaran Islam yang berkembang menjadi gerakan pembaharuan
pemikiran umat Islam.
Muhammad bin Abdul Wahab lahir di desa Ainiyah Nejed pada tahun 1703M/1115H. Ia
lahir di tengah lingkungan masyarakat yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang
sederhana dan asli, sesuai dengan watak Arabnya.
Semenjak kecil Abdul Wahab amat tertarik mendalami agama. Pada tahap awal, ia belajar
agama pada ayahnya sendiri, yaitu Abdul Wahab, seorang ulama Ahlussunah wal
Jama�ah. Pada usia remaja, seusai menunaikan ibadah haji, untuk kedua kalinya ia pergi
ke Makkah untuk menuntut ilmu dan tinggal di sana. Di Madinah ia berguru pada dua
orang ulama bernama Sulaiman al Kurdi dan Muhammad Hajad al Sindi. Setelah itu, ia
melanjutkan petualangannya ke Irak, tepatnya ke Basrah selama 4 tahun dan Baghdad 5
tahun.
Di Baghdad ia menikah dengan wanita kaya raya. Ketika istrinya meninggal, ia merantau
lagi ke Kurdistan selama 1 tahun, dan selama beberapa tahun ke Hamadan dan Isfahan
(Iran). Ia pun mendalami ilmu filsafat dan tasawuf selama di Iran. Akhirnya, ia kembali
lagi ke Nejed.
89
Dalam perantauannya, Abdul Wahab menyaksikan berbagai bentuk praktek agama yang �
menurutnya � jauh menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Ia melihat maraknya
pemujaan terhadap wali, kuburan, dan lain-lain. Salah satu aspek yang cukup mendapat
perhatian dari Abdul Wahab adalah masalah taklid (mengikuti pendapat/paham orang lain
secara membabi buta) yang merupakan sumber kebekuan atau kejumudan pemikiran
Umat Islam sendiri. Padahal untuk memahami ajaran yang terkandung dalam Al Qur�an
dan Hadits, orang harus berijtihad. Karena itu, pintu ijtihad tidak perlu ditutup.
Ketika kembali ke Nejed Abdul Wahab bertekad untuk menyebarkan reformasi dan
pemurnian Islam, menggedor pintu hati dan pikiran umat. Pada tahun 1714 M, di usia
yang masih muda, ia memulai gerakan pembaharuannya berdasarkan ide-ide
pembaharuan Islam Ibnu Taimiyah yang telah didalaminya melalui kitab-kitabnya.
Lahirnya Wahabisme yang kata Rifyal Ka�bah dalam Islam dan Fundamentalisme (1984),
menyalahkan pemujaan orang-orang shaleh dan menentang semua khurafat dan bid�ah.
Wahabisme telah menjiwai gerakan untuk kembali pada monoteisme (tauhid) seperti
yang ada di masyarakat Islam pada permulaan sejarah Islam.
Praktek-praktek bid�ah dan syirik dipandang Abdul Wahab sebagai situasi jahiliyah.
Pokok pemikirannya lebih terarah pada �gerakan pemurnian ajaran tauhid� yang muncul
sebagai reaksi atas paham ajaran tauhid yang berkembang (dan menyimpang).
Gerakan Wahabisme makin berkembang berkat dukungan seorang penguasa Nejed, yakni
Muhammad Ibnu Saud. Lambat laun padang pasir Arab ditempa oleh �duet� Wahab �
Saud dan menjadi kesatuan politik keagamaan, seperti yang diwujudkan Nabi
Muhammad SAW. Muhammad Ibnu Saud memang menjadi pengikut Wahabisme fanatik
pertama dan utama. Keturunannya pun hingga sekarang, yakni keluarga kerajaan Arab
Saudi, menjadi pendukung utama Wahabisme.
Abdul Wahab wafat tahun 1787M/1206H. Awal abad XX Wahabisme bangkit kembali di
bawah kepemimpinan putera Muhammad Ibnu Saud, yakni Abdul Aziz Ibnu Saud.
Penguasa Nejed yang baru, berhasil menaklukan Makkah (1924), Madinah (1925),
Jeddah, dan daerah sekitarnya. Pada tahun 1926 ia mengumumkan dirinya sebagai raja
Hijaz. Tahun 1932 ia mendirikan kerajaan Arab Saudi. Secara turun temurun,
keturunannya pun menjadi Raja Saudi, hingga Raja Fahd saat ini. [Tabloid MQ EDISI
5/TH.II/SEPTEMBER 2001]
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal, itulah tokoh muslim abad 20 yang berjaya dan berjasa di pelbagai
bidang, baik itu politik, filsafat, sastra, dan sudah tentu agama. Iqbal menguasai ilmu
filsafat Barat yang diklaim dan diagung-agungkan oleh masyarakat Barat sebagai dasar
pijakan bagi kemajuan perdaban Eropa. Selain sebagai filsuf yang kreatif, beliau dikenal
pula sebagai seorang penyair yang berbakat.
Muhammad Iqbal dilahirkan di India, tepatnya di Sialkot tanggal 22 Februari 1873, pada
masa itu India masih menjadi daerah penjajahan kolonial Inggris. Tak heran pergolakan
dan perjuangan di tanah hisdudtan itu melahirkan banyak tokoh muslim terkenal dan
90
berpengaruh tidak hanya bagi India namun juga masyarakat dunia, terutama dunia
muslim, diantaranya Syekh Ahmad Khan (1817-1898), Abul a'la Al Maududi,
Muhammad Ali Jinnah, Wahiduddin Khan, serta Muhammad Iqbal, seorang yang tidak
pernah bisa dilupakan dalam perjuangan membebaskan negerinya dari cengkraman
penjajahan, bahkan mencita-citakan terbentuknya masyarakat yang berdasarkan wahyu
Allah Swt. Ia berjuang melaluikesusastraan berupa syair-syair, puisi, prosa.
Sebagai seorang muslim, Iqbal muda disekolahkan dan dididik oleh ayahnya yang
seorang sufi dengan didikan Al-Qur�n. Sejak kecil ia senang membaca dan menghafal Al-
Qur�n. Ayahnya pernah berkata, "Jika kamu ingi memahami Al-Qur�n, bacalah seolah ia
diturunkan kepadamu." dikemudian hari Iqbal selalu menjadikan Al-Qur�n sebagai dasar
pijakan dalam segala pemikiran. Nilai religiusitas dalam filsafat dan puisi-puisinya sangat
kental terasa.
Iqbal muda memiliki seorang guru, Maulana Mir Hasan yang membimbing Iqbal muda
dengan didikan Islam menjadi seorang penyair yang memiliki nilai religiusotas sekaligus
seorang pejuang muslim yang hidupnya diabadikan untuk keyakinannya. Selain Maulana
Mir Hasan, ia pun berguru pada seorang Inggris yang terkenal berjasa pada dunia Islam,
Sir Thomas Arnold. Ialah ang mengenalkan Iqbal pada perdaban dan filsafat Barat.
Kecerdasan Iqbal sejak kuliah telah terlihat, bahkan ia menjadi satu-satunya murid
Thomas Arnold yang mengajar mata kuliah filsafat Islam di Goverment School. Untuk
mendalami filsafat Barat, ia pergi ke Eropa selama tiga tahun untuk berguru pada
Professor Mac Taggart sehingga ia berhasil memboyong gelar doktor melalui disertasinya
di Universitas Munich dengan judul The Development of Metaphysics in Persia,
sekaligus menjadi karya pertama Iqbal dalam filsafat.Perjalannya selama tiga tahun
membawa perubahan pemikirannya, ia mengalami culture shock dengan bertemunya dua
peradaban dalam dirinya yaitu peradaban Timur dan Barat, di bidang filsafat ini ia
mampu menyerap dengan cepat pemikiran Barat. Istimewanya, hal itu tak mengubah
sedikitpun keyakinan dan pijakan Iqbal terhdap Islam, bahkan di kemudian hari ia sangat
piawai membangun sistem filsafatnya sendiri yang berdasar pada Al-Qur�n. Ia pun
meramalkan keruntuhan sekaligus membuka aib filsafat dan peradaban Barat seperti yang
tercantum dalam syairnya,
Walau Eropa dikelilingi pesona seni dan ilmu
Sebenarnya Lembah Kegelapan ini kekurangan Mata Air Kehidupan
Wahai penduduk benua Barat
bumi Tuhan bukanlah kedai
Apa yang kalian anggap berharga 'kan terbukti ak bernilai
Peradaban kalian 'kan bunuh diri dengan senjatanya sendiri
Sarang yang kalian bangun di atas kerapuhan dahan pasti tak kan lama bisa bertahan
Laksana buah yang ranum Eropa hampir gugur,
Biarlah kita saksikan, dalam pengakuannya ia meluncur.
***
91
Pusinya tidak hanya menggambarkan keindahannya dan kekuatan jiwa yang mampu
membuat pembacanya terpana, tetapi juga sarat akan prediksi peradaban serta pemikiran
yang jauh ke depan. Tidak hanya itu, puisinya menggambarkan pula ide-ide
pemikirannya, filsafat, sikap politik, dan lain-lain.
Antara lain merumuskan manusia ideal sebagai 'Insan Kamil' sebagai perwujudan
khalifah di muka bumi (QS. 2:30) yang sudah pada wujud berkuasabukan lagi pada
kehendak untuk berkuasa.
Puisi, bagi Iqbal menawarkan saluran untuk mencitakan ide-idenya seperti dalam
karyanya Asra I Khudi dan Rumuz I Bekhudi tentang insan kamil (Mard I Mu'min)
sebagai manusia ideal serta masyarakat ideal yang berbasiskan Al-Qur�n. Karyanya yang
paling terkenal adalah Javid Nama (kitab Keabadian) yang oleh Iqbal diabadikan sebagai
nama anak satu-satunya.
Dunia politik pun digelutinya saat ia menjadi advokat, setelah terpilih menjadi anggota
legislatif Punjab tahun 1927. Tahun 1930 ia terpilih mejadi Ketua sidang tahunan Liga
Muslim. Bersama Muhammad ali Jinnah, beliau merancang berdirinya negara Islam
Pakistan. Iqbal mulai sering berkeliling tidak hanya di India tetapi ke luar negeri untuk
berceramah. Ceramah-ceramahnya dikumpulkan dan diberi judul The Recontruction of
Religious Thought in Islam sebagai karya filsafatnya yang kedua.
Iqbal meninggal dalam usia enam puluh tahun. Kepergiannya membuat dunia
kesusastraan kehilangan salah satu "putera"nya yang sangat berbakat, seperti yang
diucapkn oleh sahabatnya Muhammad Ali Jinnah:
"Ia adalah seorang penyair yang sulit dicari tandingannya, namanya dikenal di berbagai
penjuru, ungkapannya tetap abadi, usahanya bagi bangsa dan negerinya pantas
disejajarkan dengan tokoh terbesar India, kematiannya merupakan kehilangan besar bagi
rakyat, muslim khususnya." [Majalah Percikan Iman No.2 Tahun II Februari 2001]
Mulla Sadra
Filsafat tak asing di kalangan sarjana Muslim. Mereka banyak bergelut dengan filsafat
dan mengembangkannya menjadi sebuah aliran filsafat tersendiri. Maka tak heran jika
kemudian lahir filosof Muslim yang memberikan pengaruh besar dalam jagad filsafat.
Sebut saja misalnya, Sadr al-Din Muhammad ibnu Ibrahim ibn Yahya al-Qawami al-
Shirazi, yang dikenal dengan Mulla Sadra atau Sadr al-Muta'allihin. Para muridnya
memanggilnya dengan sebutan Akhund. Ia dilahirkan di Shiraz, Iran, sekitar 1571, dari
keluarga terpandang, Qawam.
Ayah Mulla Sadra, Ibrahim bin Yahya Al Qawami Al Shirazi, merupakan orang berilmu
dan saleh. Ia pun pernah menjabat sebagai Gubernur provinsi Fars. Sang ayah memiliki
kekuasaan yang istimewa di kota Shiraz. Tak heran jika Mulla Sadra mendapatkan
perhatian dan pendidikan yang terbaik.
92
Apalagi berabad sebelumnya, Shiraz merupakan pusat ilmu, baik filsafat maupun ilmu
tradisional lainnya. Kondisi ini membuatnya cepat menguasai beragam ilmu baik Bahasa
Arab maupun Persia, Alquran dan Hadis serta bidang ilmu lainnya.
Meski demikian, hal itu tak membuat Mulla Sadra merasa puas. Maka untuk memuaskan
rasa dahaganya akan ilmu, ia meninggalkan kota kelahirannya menuju Isfahan. Di sana ia
mendapatkan bimbingan dari dua orang guru yang mumpuni keilmuannya.
Yaitu Syekh Baha Al-Din Al-Amili, biasa disebut Syekh Baha'i, yang terkenal sebagai
teolog, sufi, ahli hukum, filosof juga seorang penyair. Ilmu-ilmu keagamaan ia serap dari
gurunya itu. Pada periode yang sama, Mulla Sadra juga mendapatkan bimbingan dari
Sayid Muhammad Baqir Astrabadi, lebih dikenal Mir Damad, terutama ilmu-ilmu
intelektual.
Lalu ia meninggalkan Isfahan untuk menuju desa Kahak. Ia menjalani kehidupan
menyendiri untuk memenuhi dahaga spiritualnya. Langkah yang ia tempuh juga
merupakan upaya untuk menghindari tekanan yang ia terima dari kalangan intelektual
lainnya terhadap doktrin gnostik dan metafisik yang ia lontarkan.
Tak hanya itu, jalan yang ia tempuh ternyata bertolak dari kesadaran dalam dirinya.
Sebelumnya, ia begitu mengandalkan kemampuan intelektualnya. Mulla Sadra tersadar,
seharusnya berserah diri kepada Allah dengan jiwa yang suci dan ikhlas merupakan jalan
yang ia tempuh pula.
Laku spiritual yang ia tempuh ternyata memberikan sebuah pencerahan diri. Ia
menyatakan bahwa kebenaran mistik pada dasarnya adalah kebenaran intelektual.
Pengalaman mistik merupakan pengalaman kognitif. Pemikirannya itu ia tuangkan dalam
sebuah karya Al-Hikmah Al-Mutaaliyah fi Al-Asfar Al-Aqliyyah al-Arba'ah (Empat
Perjalanan Intelektual).
Empat perjalanan intelektual tersebut, yang pertama adalah perjalanan penciptaan menuju
kepada kebenaran (al-haqq). Di sini, Mulla Sadra meletakkan dasar ontologinya, dan
merupakan cerminan dari jalan sufi yang melakukan pengendalian hawa nafsu yang
rendah.
Pada perjalanan kedua, di dalam kebenaran dengan kebenaran, merupakan tahap di mana
para sufi mulai tertarik dengan beragam manifestasi. Ia berhubungan dengan substansi
yang sederhana, yaitu intelegensi, jiwa, dan tubuh termasuk bahasannya tentang ilmuilmu
alam.
Pada perjalanan ketiga, dari kebenaran menuju sebuah kreasi bersama kebenaran, yang
merupakan pengalaman sufi annihilation in the Godhead, dalam hal ini, ia berhubungan
dengan theodicy. Sedangkan perjalanan keempat adalah perjalanan bersama kebenaran
dalam kreasi. Di mana ia memaparkan secara lengkap dan sistematik mengenai
perkembangan jiwa manusia.
93
Melalui karyanya ini, Mulla Sadra dianggap sebagai filosof yang membangkitkan
kembali gairah filsafat kala itu. Pasalnya, ia memiliki kemampuan mengelaborasikan
aliran filsafat Peripatetik yang diperkenalkan oleh Ibnu Sina yang dikemudian hari
diusung pula oleh Nasir al-Din al Tusi.
Selain itu, Filsafat Iluminasi yang diperkenalkan Shihab al-Din al-Suhrawardi, Mistitisme
dari Sufisme Ibn al-'Arabi berkembang sampai abad kesepuluh. Sejumlah filosof
berupaya menggabungkan beragam warisan ini dalam karya tulis mereka.
Namun, Mulla Sadra dapat melakukannya secara gemilang. Kemudian ia membentuk
pemikirannya sendiri yang selanjutnya dikenal sebagai mazhab Al-Hikmah Al-
Mutaa'liyah atau Metaphilosophy. Pada karyanya ini tak hanya memuat sintesis dari
beragam pandangan terdahulu mengenai makna dari istilah dan konsep filsafat. Namun,
ia mengemukakan bermacam definisi tentang hikmah atau filasafat.
Misalnya, pada bagian pendahuluan karyanya, ia menyatakan bahwa hikmah tak hanya
menekankan pengetahuan teoritis akan tetapi termasuk pula pelepasan diri dari hawa
nafsu dan penyucian dari kotoran yang bersifat material. Baginya, filsafat merupakan
ilmu pengetahuan yang tinggi dan memiliki asal-usul ketuhanan karena berasal dari para
nabi.
Tak hanya menulis, ia pun mengajarkan ilmunya. Allahwirdi Khan, Gubernur Shiraz kala
itu, membangun lembaga pendidikan dan mengundangnya untuk mengajar di sana.
Kedalaman ilmunya tak ayal membuatnya memiliki banyak murid yang datang tak hanya
dari Shiraz. Hal inilah yang kemudian mampu mengembalikan Shiraz sebagai pusat ilmu.
Mulla Sadra telah melahirkan banyak penerus yang memberikan kontribusi dalam
perkembangan filsafat di Persia pada periode berikutnya. Paling tidak ada dua orang
penerusnya yang sangat terkenal, yaitu Mulla Abd Al Razzak Lahiji dan Mulla Muhsin
Faidh Khasyani.
Razzak Lahiji membuat ringkasan kecenderungan aliran Paripatetik sang guru dalam
Bahasa Persia, tak heran jika ia lebih dikenal di negerinya itu. Sedangkan murid lainnya,
Kasyani lebih menekankan aspek gnostik yang diajarkan oleh Mulla Sadra. Keintiman
hubungan murid guru ini, juga ditunjukkan dengan pernikahan keduanya dengan putriputri
Mulla Sadra.
Kegiatan intelektual Mulla Sadra yang dipraktikkan dalam aktivitas mengajar dan
menulis ia barengi dengan laku spiritual yang mengagumkan. Salah satu contohnya, ia
menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki selama tujuh kali. Laku spritual yang
semakin intens telah memberinya pencerahan-pencerahan bagi dirinya dalam menekuni
dunianya.
Sekembalinya dari tanah suci yang ketujuh kalinya, ia menderita sakit di Basrah. Mulla
Sadra menghembuskan napas terakhirnya di Basrah pada 1640. Meski demikian,
94
namanya tetap hidup hingga kini melalui karya tulisnya yang menarik perhatian para
cerdik cendekia.
Sebut saja karya monumentalnya, Al-Hikmah Al-Mutaaliyah fi Al-Asfar Al Aqliyyah Al-
Arbaah. Karya lainnya, Al Syawahid Al Rububiyyah fi Al Manahij Al-Sulukiyyah,
dianggap sebagai ringkasan dari Al-Hikmah Al-Mutaaliyah, ada juga Al-Mabda wa Al
Maad salah satu karya Mulla Sadra yang berhubungan dengan metafisika, kosmogoni,
dan eskatologi. (fer)[republika.co.id]
mar Al-Mokhtar
Lelaki renta itu melangkah menuju tiang gantungan. Kedua tangannya terbelenggu
namun matanya masih tetap berbinar. Raut mukanya tak menampakkan rasa takut sedikit
pun. Ia begitu gagah walaupun maut tengah merambat mendekatinya.
Suasana sendu justru menyergap orang-orang di sekelilingnya. Mereka menatap lelaki
berusia 80 tahun itu, dengan wajah muram. Air mata tak dapat mereka bendung pula.
Bahkan beberapa saat kemudian, jerit tangis bersahutan.
Tatkala mereka melihat lingkaran tali tiang gantungan, menjerat leher pahlawan mereka,
Omar Al-Mokhtar. Singa Padang Pasir itu, berpulang ke Rahmatullah, pada 16 September
1931 di Kota Solouq. Usai sudah perjuangannya melawan penjajahan Italia.
Omar Al-Mokhtar memang dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan
Italia bagi rakyat Libya. Sejak Italia mulai menancapkan cengkeramannya di negeri
tersebut pada Oktober 1911. Ia telah menjadi pionir untuk menyalakan bara perjuangan
rakyat Libya.
Gelora perjuangannya juga merambat kepada rakyat Libya lainnya, dan melahirkan para
mujahid seperti Ramadan As-Swaihli, Mohammad Farhat Az-Zawi, Al-Fadeel Bo-Omar,
Solaiman Al-Barouni dan Silima An-Nailiah.
Usaha Italia menguasai Libya, dilakukan dengan menyerang dan menguasai kota-kota
pantai seperti Tripoli, Benghazi, Misrata dan Derna secara beruntun. Meski demikian,
Omar kerap menjadi batu sandungan mereka. Ia mampu membangkitkan semangat
perjuangan rakyat Libya.
Perlawanan mereka telah menciptakan sejumlah pertempuran hebat. Misalnya
pertempuran yang terjadi di Al-Hani dekat Tripoli pada 23 Oktober 1911, Ar-Rmaila
dekat Misrata, Al-Fwaihat dekat Benghazi pada Maret 1912 dan Wadi Ash-Shwaer dekat
Derna.
Bahkan tak jarang perjuangan rakyat Libya menuai hasil gemilang. Kala itu, mereka
terlibat dalam pertempuran besar di Al-Gherthabiya, dekat Sirt pada April 1915. Italia
kehilangan ribuan serdadu. Pertempuran semacam ini sering terjadi, membuat Italia harus
melalui tahun demi tahun untuk menguasai negeri ini.
95
Meski pada akhirnya, wilayah-wilayah yang dipertahankan oleh para mujahidin jatuh
pula ke tangan penjajah. Jatuhnya wilayah demi wilayah membuat para pejuang
meninggalkan rumahnya dan menuju ke pegunungan. Mereka tak berdiam diri, namun
merencanakan beragam serangan lanjutan.
Pada 1922 Omar mengorganisir para mujahidin dan mengobarkan kembali perlawanan
terhadap pendudukan Italia atas negerinya. Ia mengumpulkan kembali mujahidin di The
Green Mountain (Aj-Jabal Al-Akdar), bagian Tenggara Libya. Hal itu terjadi setelah
Perang Dunia I ketika Italia berpikir telah mampu meredam sepenuhnya perlawanan
rakyat Libya.
Perlawanan yang kembali mencuat membuat otoritas Italia merasakan bahaya yang
mengancam. Mereka tak mau membiarkan perlawanan semakin merajalela. Lalu
pemerintah pusat Italia Badolio yang terkenal haus darah untuk meredam bara
perlawanan tersebut.
Ia tak hanya mendapatkan tugas memimpin pertempuran untuk menumpas Omar Al-
Mokhtar dan pasukannya. Bahkan ia pun diizinkan untuk membunuh rakyat jelata yang
hidup tenang baik di desa maupun pegunungan hanya karena di anggap membantu para
mujahidin.
Beberapa saat kemudian, sang diktator, Musolini, juga mengirimkan komandan yang
berperilaku seperti Badolio. Ia mengemban tugas yang sama untuk mengenyahkan
nyawa-nyawa orang yang tak berdosa dan tak lupa menumpas gerakan mujahidin.
Dan Musolini berpikir bahwa untuk menyelesaikan masalah Libya secara tuntas adalah
Rodolfo Grasiani. Bahkan kepada kabinetnya Musolini menyatakan kedatangan Grasiani
kelak membuat suasana di Libya dapat terkontrol sepenuhnya.
Kala itu, Grasiani setuju pergi ke Libya dengan catatan tak ada aturan yang dapat
membelenggunya dalam melakukan berbagai tindakan di Libya. Bahkan peraturan
internasional sekalipun. Sebelum ditugaskan ke Libya, ia pergi ke Morj, Switzerland
untuk merencanakan serangan terhadap Libya.
Rancangan Grasiani tentu saja disetujui sepenunya oleh Musolini. Pasalnya, ia berpegang
pada prinsip ''jika tak bersamaku maka kalian adalah lawanku''. Dengan demikian untuk
menguasai Libya segala cara harus dihalalkan tak peduli akan mengorbankan banyak
jiwa yang tak berdosa.
Rencana pertama Grasiani adalah mengisolir Libya serta mencegah adanya kontak baik
langsung maupun tak langsung dengan mujahidin dan negara tetangganya yang memasok
senjata dan informasi kepada para pejuang Libya. Ia membangun kawat berduri
sepanjang 300 km, tinggi 2 meter dan lebar 3 meter dari pelabuhan Bardiyat Slaiman
Libya Utara sampai Al-Jagboub Libya Tenggara.
96
Rencana lainnya adalah membangun kamp konsentrasi di mana ribuan warga Libya harus
hidup dalam pengawasan angkatan perang Italia. Ia membangun kamp konsentrasi di Al-
Aghaila, Al-Maghroun, Solouq, dan Al-Abiyar.
Pada akhir November 1929 semua warga Libya yang hidup di tenda di Al-Jabal Al-
Akdar, Mortaf-Aat Al-Thahir dari Beneena Utara sampai Ash-Shlaithemiya Selatan, dari
Tawkera ke bagian selatan padang pasir Balt Abdel-Hafeeth, digiring untuk hidup di
kamp-kamp konsentrasi.
Kehidupan rakyat Libya di kamp sangat mengerikan. Bahkan ribuan warga Libya mati
kelaparan. Tak jarang pula mereka mati karena ditembak atau digantung sebab diyakini
membantu perjuangan para mujahidin.
Pada 1933, Ketua Departemen Kesehatan Angkatan Darat Italia, Dr Todesky menuliskan
dalam bukunya bertajuk Cerinaica Today. Dalam bukunya itu ia menyebutkan bahwa dari
Mei sampai September 1930, lebih dari 80 ribu warga Libya dipaksa meninggalkan tanah
kelahirannya dan hidup di kamp konsentrasi.
Iring-iringan warga Libya yang berjumlah 300 orang sekali jalan, mendapat kawalah
ketat dari militer Italia. Todesky melanjutkan bahwa pada akhir 1930 semua warga Libya
yang hidup di tenda-tenda dipaksa untuk hidup di kamp konsentrasi. Sebanyak 55 persen
dari 80 ribu warga Libya meninggal di kamp konsentrasi tersebut.
Seorang sejarawan Libya, Mahmoud Ali At-Taeb menyatakan bahwa pada November
1930 paling tidak terdapat 17 pemakaman dalam sehari terjadi di kamp konsetrasi akibat
kelaparan, penyakit, dan depresi.
Di luar kamp konsentrasi, mujahidin yang bertahan di daerah pegunungan terus berjuang
melawan penjajahan Italia. Namun pada 1931 mujahidin kehabisan bahan pangan dan
amunisi. Pimpinan mujahidin, Omar Al-Mokhtar, sakit-sakitan dan banyak mujadihin
memintanya untuk berhenti dan meninggalkan negeri tersebut. Namun ia menolak
tawaran tersebut dan tetap mengobarkan perjuangan.
Atas kegigihannya melawan penjajahan Italia tak heran jika ia dijuluki sebagai 'Singa
Padang Pasir'. Meski akhirnya, usia senja tak mampu membuatnya bertahan untuk
memanggul senjata. Ia ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Eksekusi tetap
dilakukan tanpa mempertimbangkan kerentaan Omar Al-Mokhtar dan hukum
internasional.
Semakin redupnya bara perlawanan, membuat Italia akhirnya dapat menguasai Libya
setelah melakukan pertempuran selama 20 tahun. Meski Italia hanya mampu berkuasa di
sana hingga 1943 akibat kekalahannya di Perang Dunia II. Libya kemudian berada di
bawah kekuasaan pasukan sekutu hingga 24 Desember 1951. [republika.co.id]
Piri Reis
97
Lautan luas tak Allah ciptakan sia-sia. Melalui laut, Allah bimbing makhluknya untuk
menyelami misteri alam. Bahkan hamparan air itu, menjadi perantara lahirnya seorang
yang gagah nan cerdas. Menorehkan prestasi gemilang yang mencengangkan.
Ia adalah laksamana Piri Reis. Selain mumpuni mengarungi hamparan air yang luas, ia
mampu pula menuangkan rekaman perjalanannya ke dalam sebuah karya monumental.
Bahkan karyanya ini, menjadi panduan penting dalam dunia Geografi dan Ilmu
Pelayaran.
Piri Reis lahir pada 1465, di Gallipoli, Turki, yang merupakan wilayah pantai. Ayahnya
bernama Haci Mehmet, sedangkan pamannya merupakan seorang laksamana terkenal
kala itu, Kemal Reis.
Seperti anak-anak pada umumnya yang dipengaruhi lingkungan di mana ia hidup. Sejak
dini ia bergelut dengan pantai dan kebiasaan untuk berlayar. Tak heran ketika umurnya
baru 12 tahun, ia telah bergabung bersama pamannya, Kemal Reis.
Meski masih belia, rupanya ia sarat pengetahuan. Ia tak merasa gamang berlayar bersama
pamannya. Dan masa itu menjadi awal karir baginya untuk mengarungi lautan dan
samudera bersama Kemal Reis. Selama 14 tahun sang paman memberikan bimbingannya.
Sepak terjang Kemal Reis di laut lepas, membuat Kesultanan Ottoman memberinya
kedudukan di Angkatan Laut kesultanan pada 1494. Tambahan tenaganya membuat
angkatan laut Kesultanan Ottoman semakin kuat. Mereka terkenal, dengan perjuangan
tanpa akhir bagi tegaknya Islam.
Bergabungnya, Kemal Reis di angkatan laut kesultanan, membuat Piri pun akhirnya
bergabung pula beberapa saat kemudian. Ia tetap berada di bawah komando sang paman.
Meski ia pun dipercaya memimpin pasukan kecil.
Setiap jeda waktu, Piri seringkali pulang ke kampung halamannya. Di sana ia tak tinggal
diam, namun menuangkan rekaman dari perjalanannya selama ini ke dalam sebuah karya.
Terbukti, pada 1513 ia mampu menghasilkan sebuah peta dunia. Dalam karyanya itu, ia
memetakan Laut Atlantik serta pantai-pantai di Eropa, karyanya diberi tajuk I-Bahriye.
Pada 1516-1517 Piri Reis mendapat mandat untuk memimpin pasukan Ottoman melawan
Mesir. Dalam kesempatan ini Piri berlayar ke Kairo melalui Nil dan kemudian
menggambarkan sebuah peta dan memberikan informasi yang detail tentang wilayah
tersebut.
Setelah Mesir bergabung dengan kesultanan Ottoman, Piri memiliki kesempatan
melakukan hubungan personal dengan pemegang tampuk kekuasaan di sana, Yavuz
Selim. Ia memperlihatkan peta yang telah ia gambar kepada sang sultan. Hasil karyanya
itu juga ditambahkan ke dalam Bahriye.
98
Pertempuran dahsyat ia alami juga bersama pamannya ketika melawan pasukan dari
Venesia pada 1520. Dan pasukan Ottoman saat itu mampu memukul mundur pasukan
musuh. Hal ini merupakan kemenangan yang besar bagi Ottoman.
Kegembiraan yang ia rasakan beberapa saat kemudian berubah menjadi duka. Sang
paman, Kemal Reis, gugur. Untuk menggantikan posisi Kemal Reis, pihak pemerintah
kemudian menunjuk Piri Reis menjadi laksamana Kesultanan Ottoman.
Meski ia telah menjadi laksamana yang begitu padat kegiatannya, ia tetap sempatkan
untuk menuliskan rekaman perjalanannya selama ini. Pada 1528 sampai 1529, Piri
melengkapi peta pertamanya yang tercantum dalam I-Bahriye.
Kali ini, ia berhasil memetakan wilayah Barat Daya Atlantik, sebuah wilayah yang
disebut dunia baru yang terletak dari Venezuela hingga bagian selatan Greenland. Jadi tak
hanya kemenangan di laut yang ia rasakan.
Dengan kenyataan ini, Piri Reis juga telah memberikan kontribusi bagi ilmu
pengetahuan, terutama Geografi dan Nautika atau Ilmu Pelayaran. Ilmu yang mereka
kembangkan tak hanya berguna bagi kalangan Islam, namun berlaku secara universal.
Sang waktu terus merambat. Piri Reis, sang laksamana, telah memberikan sumbangsih
bagi kebesaran Kesultanan Ottoman juga keharuman Islam. Ia telah menorehkan prestasi
besar dengan karyanya I-Bahriye yang menjadi panduan bagi orang-orang setelahnya,
dalam berlayar. Ia mangkat pada 1554.
Ratusan tahun kemudian, pada 1929, sekelompok sejarawan berkeliling di istana Topkapi
di Konstantinopel. Mereka menemukan peta buatan Piri Reis. Bagian peta yang
ditemukan di museum Topkaki pada 1929 itu, ditandatangi oleh Piri Reis dan bertanggal
Muharam 919 atau 9 Maret-7 April 1513.
Para ilmuwan itu terlihat heran karena peta yang ada di tangan mereka merupakan outline
pantai Amerika Utara dan Selatan. Terdapat pula peta Antartika, di mana wilayah tersebut
belum ditemukan hingga 1818.
Arlington T. Mallerey, pakar peta kuno, semula merasa bingung dengan peta karya Piri
Reis. Pasalnya, data geografis pada peta tersebut tak berada dalam posisi yang tepat.
Namun dengan bantuan US Navy Hydrographic Bureau, Mallerey membuat sebuah grid
dan mentransfer peta Piri Reis ke dalam sebuah globe. Betapa terkejutnya ia karena peta
tersebut ternyata sangat akurat.
Studi lanjutan dilakukan oleh Professor Charles H Hapgood dan Richard W Strachan.
Mereka menemukan bahwa gambar karya Piri Reis kemungkinan merupakan gambar
aerial yang diprediksikan dari ketinggian. Sungai, lembah, pegunungan, pulau dan
padang pasir, digambarkan dengan akurasi yang tak lazim.
99
Contohnya, Greenland direpresentasikan sebagai dua pulau yang berbeda. Kejanggalan
ini akhirnya juga pupus setelah ada konfirmasi yang dilakukan ekspedisi kutub yang
dilakukan ilmuwan Prancis. Mereka menyatakan bahwa kala itu terjadi gempa yang
membuat lapisan es merekah dan menghasilkan ruang pemisah.
Pada Januari 1966, di majalah Fate, Profesor Charles H Hapgood menjelaskan penemuan
yang mengagumkan tersebut. Ini merupakan hal yang luar biasa, ia dapat memetakan
tempat di mana seorang pun tak dapat menemukan Antartika hingga 1818.
Hapgood terperangah, betapa lengkapnya peta tersebut dan langsung mengubah
anggapannya selama ini bahwa Muslim tak memiliki ilmu Kartograpi yang baik.
Ilmuwan Jerman, P Kahle, melakukan analisis dan gambaran bahwa Piri merupakan
kartograper yang andal dan hebat. [r
Rabiah Al Adawiyah
"Aku mengabdi kepada Tuhan tidak untuk mendapatkan pahala apa pun. Jangan takut
pada neraka, jangan pula mendambakan surga. Aku akan menjadi abdi yang tidak baik
jika pengabdianku untuk mendapatkan keuntungan materi. Aku berkewajiban mengabdi-
Nya hanya untuk kasih sayang-Nya saja.
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di
dalamnya. Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku
darinya. Tetapi jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan
memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi kepadaku."
Ratusan tahun lalu sufi besar, Rabiah Al Adawiyah, mengungkapkan kalimat bijak yang
kemudian dikenal sebagai konsep 'Mahabbah'-nya itu. Bukan apa-apa, memang. Bagi
Rabiah, ibadah dilakoninya semata kasih sayang Tuhan kepada dirinya. Kasih sayang itu,
kata Rabiah, mutiara paling berharga bagi manusia, jika saja manusia itu mengetahui
rahasia di baliknya.
Dilahirkan di Basrah, Irak, pada tahun 713 M, Rabiah Basri, atau lebih dikenal dengan
nama Rabiah Al Adawiyah, berasal dari keluarga yang hina dina. Kedua orang tuanya
meninggal ketika ia masih kecil. Begitu pula ketiga kakaknya, meninggal ketika wabah
kelaparan melanda kota Basrah. Dalam kesendirian itu, akhirnya Rabiah jatuh ke tangan
orang yang kejam, yang lalu menjualnya sebagai budak belian dengan harga tak seberapa.
Majikan barunya pun tak kalah bengisnya.
Setelah bebas, Rabiah pergi ke tempat-tempat sunyi untuk menjalani hidup dengan
bermeditasi, dan akhirnya sampailah ia di sebuah gubuk dekat Basrah. Di sini ia hidup
bertapa. Sebuah tikar butut, sebuah kendil dari tanah, dan sebuah batu bata, adalah harta
yang ia punyai dan teman dalam menjalani hidup kepertapaan.
Praktis sejak itu, seluruh hidupnya hanya ia abdikan pada Allah SWT. Berdoa dan
berdzikir adalah hiasan hidupnya. Saking sibuknya mengurus 'akhirat', ia lalai dengan
urusan duniawi, termasuk membangun rumah tangga. Meski banyak pinangan datang,
100
termasuk dari gubernur Basrah dan seorang suci-mistis terkenal, Hasan Basri, Rabiah
tetap tak tertarik menyudahi masa lajangnya. Hal ini ia jalani hingga akhir hayatnya, pada
tahun 801 M, dalam usia 88 tahun.
Dalam perjalanan kesufiannya, kesendirian, kesunyian, kesakitan, hingga penderitaan
tampak lumer jadi satu; ritme heroik menuju cinta kepada Sang Ada (The Ultimate
Being).
Tak heran jika ia 'merendahkan manusia' dan mengabdi pada dorongan untuk meraih
kesempurnaan tertinggi. Ia jelajahi ranah mistik, yang jadi wilayah dalam dari agama,
hingga mendapatkan eloknya cinta yang tidak dialami oleh kaum Muslim formal.
Menjadi sufi dalam perjalanan Rabiah adalah ''berlalu dari sekadar Ada menjadi Benarbenar
Ada''. Dan Sufisme Rabiah merupakan pilihan dari jebakan-jebakan ciptaan yang
tak berguna.
Karena cintanya kepada Allah, Rabiah sampai tidak menyisakan sejengkal pun rasa
cintanya untuk manusia. Sufyan Tsauri, seorang sufi yang hidup semasa dengannya,
sempat terheran-heran dengan sikap Rabiah. Pasalnya, Sufyan pernah melihat bagaimana
Rabiah menolak cinta seorang pangeran yang kaya raya demi cintanya kepada Allah. Dia
tidak tergoda dengan kenikmatan duniawi, apalagi harta.
Itu sebabnya, Rabiah dipandang sebagai pelopor model tasawuf mahabbah (cinta mistik),
yaitu penyerahan diri total kepada "Kekasih" (Allah). Hakikat tasawufnya adalah habbul
illah (mencintai tuhan Allah SWT). Bagi Rabiah, mahabbah tak lain sebagai martabat
untuk mencapai tingkat makrifat (ilmu yang dalam untuk mencari dan mencapai
kebenaran dan hakikat) diperolehnya setelah melalui martabat-martabat kesufian, dari
tingkat ibadah dan zuhud (tapa) ke tingkat ridha (rahmat) dan ihsan (kebajikan), sehingga
cintanya betul-betul hanya untuk Allah SWT.
Di mata Rabiah, dorongan mahabbah kepada Allah SWT berasal dari dirinya, juga
lantaran hak Allah untuk dipuja dan dicinta. Puncak pertemuan mahabbah antara hamba
dan cinta kasih Allah-lah yang menjadi akhir keinginannya. Lantaran ini pula, puisi-puisi
mahabbah kepada Allah yang banyak diciptakan sufi-sufi masyhur, seringkali
dinisbahkan kepadanya.
Dengan pengembaraannya yang bagai tak bertepi dalam mengarungi dunia mistik itu,
oleh banyak kalangan pengamal tarekat dan tasawuf Rabiah digolongkan sosok sufi yang
fenomenal. Letak fenomenal seorang Rabiah, selain pada keyakinannya bahwa segala
cinta hanya milik Allah, juga lantaran kerendah-hatian dirinya.
Soal kasih sayang Allah tadi misalnya, membuat dirinya tidak membenci setan. "Tidak!
Kasih sayang Tuhan tidak mengenal kebencian terhadap setan," jawab Rabiah ketika
suatu kali ia ditanya apakah dirinya benci kepada setan.
Bukti cinta Rabiah yang begitu besar melampaui batas-batas segalanya, di antaranya
terlihat dalam syairnya yang masyhur berikut :
101
"Aku mencintai-Mu dengan dua cinta; cinta karena diriku, dan cinta karena diri-Mu.
Cinta karena diriku adalah keadaanku yang senantiasa mengingat-Mu.
Cinta karena diri-Mu adalah keadaan-Mu yang mengungkapkan tabir, sehingga Engkau
kulihat. Baik untuk ini, maupun untuk itu, pujianku bukanlah bagiku; bagi-Mu lah pujian
untuk semuanya. Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi; beri ampunlah pembuat
dosa yang datang ke hadirat-Mu. Engkaulah harapanku, kebahagiaanku, dan
kesenanganku; hatiku enggan mencintai selain Engkau."
Suatu hari, Sufyan Tsauri datang kepada Rabiah. Di depan dirinya, Sufyan mengangkat
kedua tangannya, dan berdoa, "Tuhan Yang Mahakuasa, saya memohon harta duniawi
dari-Mu." Mendengar doa itu, Rabiah kontak menangis. Ditanya mengapa dirinya
menangis, Rabiah menjawab, "Harta yang sesungguhnya itu hanya didapat setelah
menanggalkan segala yang bersifat duniawi ini, dan aku melihat Anda hanya mencarinya
di dunia saja."
Sementara itu, di saat lain, terbetik kabar seseorang mengirim uang 40 dinar kepada
Rabiah. Ia menangis dan menengadahkan tangannya ke atas, "Engkau tahu, Ya Allah, aku
tak pernah meminta harta dunia dari-Mu, sekalipun Kau-lah pencipta dunia ini. Lantas
bagaimana aku menerima uang dari seseorang, sedangkan uang itu sesungguhnya bukan
kepunyaannya?"
Tak hanya bagaimana kerendahan dan ketakberdayaan seorang hamba ia tunjukkan di
hadapan Tuhannya, Rabiah juga senantiasa mengajarkan sifat dan sikap kerendah-hatian
dan tawadhu kepada murid-muridnya.
Ia juga melarang para muridnya itu menunjukkan perbuatan baik mereka kepada siapa
pun. Bahkan, Rabiah meminta murid-muridnya itu untuk menyembunyikan perbuatan
baik mereka, sebagaimana menutupi-nutupi perbuatan jahat mereka.
Bagi Rabiah, segala penyakit dilihatnya sebagai cobaan yang datang dari Allah. Terhadap
masalah ini, Rabiah selalu memikul setiap cobaan yang datang itu dengan penuh tabah
dan kesabaran. Rasa sakit yang dahsyat sekalipun, tidak pernah mengganggunya dari
perhatian dan pengabdiannya kepada Tuhannya. Bahkan, sering ia tidak menyadari ada
bagian tubuhnya terluka sampai ia diberitahu orang lain.
Suatu saat misalnya, kepalanya terbentur batang pohon hingga berdarah. Seseorang yang
melihat darah bercucuran itu, dengan hati-hati bertanya, "Apakah Anda tidak merasa
sakit?"
"Aku dengan segala ragaku mengabdi kepada Allah SWT. Aku berhubungan erat dengan-
Nya, aku disibukkan-Nya dengan hal-hal lain daripada hal-hal yang pada umumnya
kalian rasakan," jawab Rabiah.
Sekalipun penuh liku, banyak kalangan mengakui kehidupan Rabiah tak sedikit
menyisakan keajaiban, yakni keajaiban milik orang-orang suci. Rabiah misalnya,
102
mendapatkan makanan dari tamu-tamunya dengan cara yang aneh-aneh. Disebutkan,
ketika Rabiah menghadapi maut, ia minta kepada teman-temannya untuk
meninggalkannya.
Rabiah lalu menyilakan para utusan Tuhan lewat. Ketika teman-teman Rabiah keluar itu,
mereka mendengar Rabiah mengucapkan syahadat, lantas terdengar suara menjawab,
"Sukma, tenanglah, kembalilah kepada Tuhanmu, legakan hatimu pada-Nya. Ini akan
memberikan kepuasan kepada-Nya."
Dalam batas yang ada, Rabiah adalah 'hidup' dan senantiasa akan terus 'hidup' melalui
pekerti ilmunya.
Sayyid Quthb
Tidak lama setelah penembakan terhadap Hasan Al-Bana, terjadilah penangkapan besarbesaran
terhadap anggota Ihwanul Muslimin oleh regim Nasser, yang beliau waktu itu
menjawat tugas Perdana Menteri dan Ketua Dewan Revolusi Mesir. Anggota Ikhwanul
Muslimin yang ditangkap ketika itu sebanyak 10,000 (sepuluh ribu) anggota dan
seluruhnya dimasukkan ke dalam penjara, termasuk mereka yang berjasa dalam perang
melawan Inggeris di Suez. Baru 20 hari sejak penangkapan besar-besaran itu, terdapat
1,000 orang tahanan anggota Ikhwanul Muslimin yang mati akibat seksaan dan
penganiayaan. Dan 6 (enam) orang yang dijatuhi hukuman mati.
Di antara anggota-anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan dalam penjara itu adalah
Hakim Dr. Abdul Qadir Audah, Muhammad Faraghali, dan Sayyid Quthub. Para tahanan
itu tidak sedikit yang dijatuhi hukuman penjara antara 15 tahun sampai seumur hidup,
dan juga hukuman mati, dan kerja paksa memotong dan memecah batu-batu di gunungganang.
Mereka yang membangkang mogok tidak mahu kerja paksa kemudian ditembak.
Pernah kejadian yang mogok itu ditembak sekaligus 22 orang dalam penjara mereka.
Kejadian itu pada tahun 1977.
Adapun Sayyid Quthub, beliau pernah dihebohkan oleh pihak lnggris, barangsiapa yang
dapat menangkapnya akan mendapat hadiah 2000 Pound Sterling.
Sayyid Quthub ini lahir pada tahun 1903 di Musha, sebuah kota kecil di Asyut, Mesir.
Beliau telah hafal Al-Quran 30 Juz sejak masih anak-anak, meraih gelaran sarjana dalam
tahun 1933 dari Universitas Cairo, kemudian bekerja pada Kementerian Pendidikan.
Kementerian Pendidikan kemudiannya mengirim beliau untuk belajar di Amerika
Syarikat selama dua tahun.
Sepulang dari Amerika Syarikat beliau ke Inggris, Swiss, dan Itali. Sepulangnya dari luar
negeri beliau kemudian menyatakan keyakinannya bahawa Mesir harus membebaskan
diri dari kebudayaan asing yang negatif dan merusak keperibadian Islam serta ketimuran
itu.
Beliau adalah seorang penyair dan sasterawan yang hasil karyanya diperhatikan orang.
Pada tahun 1946 beliau menulis buku berjudul �Al-�Adalatul Ijtima�iyah Fil Islam�
103
(Keadilan Sosial Di Dalam Islam). Buku ini amat popular dan cemerlang sehingga
menjadikan beliau termasyhur. Apalagi setelah buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa, beliau benar-benar seorang tokoh yang berwawasan. Terutama buku ini sebagai
jawapan dari sikap Nasser yang mengumandangkan Sosialisme Arab itu.
Sebenarnya Sayyid Quthub ditahan jauh sebelum peristiwa �Sandiwara Penentangan�
terhadap Nasser pada tanggal 26 Oktober 1954, yaitu dua hari setelah Ikhwanul Muslimin
dilarang oleh Nasser. Adapun kesalahan beliau yang paling banyak ialah kerana beliau
mengarang dan menulis beberapa buku yang bersifat semangat Islam. Selain �Keadilan
Sosial Dalam Islam,� juga buku �Mu�alimut Thar� (Tonggak-tonggak Jalan) yang isinya
menolak kebudayaan jahiliyah moden dalam segala bentuk dan praktiknya.
Kekejaman terhadap para tahanan dan terhadap beliau dari penguasa mesir tak terkira.
Melebihi Nazi Jerman. Hal ini telah diungkapkan oleh para bekas tahanan yang kemudian
selamat kembali kepada keluarga mereka. Mereka banyak berkisah tentang kekejaman
penguasa zaman Raja Farouk mahupun oleh Pemerintah Nasser. Ramai para bekas
tahanan itu yang bercerita sambil bercucuran air mata bila teringat kawan-kawannya yang
mati diseksa dan dibantai di hadapan mata kepala mereka sendiri. Hukuman cambuk,
cucian otak dengan alat-alat elektronik sehingga para korban menjadi hilang akal, dan
sebagainya. Bermacam-macam tuduhan yang dilontarkan. Tuduhan palsu, fitnah yang
dibuat-buat, yang kesemuanya itu tidak ada kesempatan bagi para anggota Ikhwan untuk
membela diri. Mereka tetap mengatakan Ikhwanul Muslimin salah, mengkhianati negara
dan bangsa, dan sebagainya serta tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal.
Adik Sayyid Quthub yang bernama Muhammad Quthub meninggal dalam penjara. Dan
Sayyid Quthub sendiri dibebaskan oleh penguasa pada tahun 1964 atas usaha Presiden
lrak, Abdus Salam Aref almarhum. Selepas dari tahanan ini keluarlah buku beliau
berjudul �Tonggak-tonggak Islam,� sehingga pada bulan Ogos 1965 beliau ditangkap dan
ditahan lagi bersama 46.000 (empat puluh enam ribu) anggota Ikhwanul Muslimin.
Dalam pengadilan beliau berkata, �Aku tahu bahawa kali ini yang dikehendaki oleh
pemerintah (Nasser) adalah kepalaku. Sama sekali aku tidak menyesali kematianku,
sebaliknya aku berbahagia kerana mati demi cinta. Tinggal sejarah yang memutuskan,
siapakah yang benar, Ikhwan ataukah regim ini.
Ketika beliau di mahkamah pada tahun 1954 juga berkata: �Apabila tuan-tuan
menghendaki kepada saya, inilah aku dengan kepalaku di atas tapak tanganku sendiri!�
Pada bulan Agustus 1966 Mahkamah Tentera menjatuhkan hukuman gantung kepada
tokoh Ikhwanul Muslimin termasuk beliau. Dengan sebuah senyum pada hari Isnin, di
waktu fajar menyingsing tanggal 29 Agustus 1966, beliau meninggal dunia di tiang
gantung sebagai jalan untuk menemui Allah!
Demikianlah hukum yang terjadi di dunia ini, yang benar belum tentu menang dan yang
salah belum tentu kalah. Namun pada umumnya yang berkuasa itulah yang dibenarbenarkan,
kerana pihak yang tidak mendapat kesempatan untuk berbicara kerana bukan
104
penguasa, walau tidak kuasa berkata bahawa dirinya benar. Dan Nasser merasa dirinya di
pihak yang benar sehingga Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai pengkhianat bangsa dan
negara. Padahal setiap Mesir ditimpa bahaya, penguasa selalu minta tolong kepada para
anggota Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke depan membela tanah air, tetapi setelah
keadaan aman, Ikhwanul Muslimin dijauhkan dari kebenaran, diketepikan, dianggap
sebagai organisasi yang najis dan ekstrim.
Demikianlah nasib para pejuang dalam membela kebenaran, bahawa risiko yang
dihadapinya tidak sedikit dan bahkan sering membawa korban, diseksa, dianiaya dan
demikian itulah cara Allah untuk mengetahui keimanan dan ketakwaan seseorang.
Dengan demikian, jelaslah bahawa siapa saja yang tidak mahu berjuang untuk membela
kebenaran adalah orang yang lemah mentalnya, dan akan mendapat seksa di akhirat nanti.
[daaru
Shalahuddin Yussuf Al-Ayubi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali diselenggarakan oleh Muzaffar
ibn Baktati, raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sedangkan pencetus ide
peringatan adalah panglima perangnya, Shalahuddin Yussuf Al-Ayubi (abad ke-6 M),
sosok pemimpin pasukan Islam yang pernah mengalahkan pasukan Kristen dalam Perang
Salib.
Shalahuddin juga merupakan panglima Islam di masa Khalifah Muiz Liddinillah dari
dinasti Bani Fathimiyah di Mesir (berkuasa 365 H/975 M). Seperti disebutkan dalam
Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, ia kemudian juga gigih menyelenggarakan peringatan
Maulid Nabi dari tahun ke tahun di masanya.
Mengapa Shalahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima
berpendapat, ketika Perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara
motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Hal ini tentu tidak kondusif bagi pasukan
Islam, sehingga Shalahuddin merasa perlu membangkitkan kembali semangat umat Islam
sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natal-nya. Maka, sang panglima ini
kemudian mengadakan peringatan hari lahir Muhammad SAW yang kemudian dikenal
dengan sebutan Maulid Nabi.
Bila dalam peringatan Natal kaum Kristen dikisahkan tentang keagungan Yesus, maka
dalam peringatan Maulid, Shalahuddin menggemakan kisah perang yang dilakukan Nabi
SAW. Tapi belakangan, yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah,
bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi SAW. Kisah perang
tampaknya dianggap tak lagi relevan lagi.
Kini, meskipun tak ada lagi perang fisik di kalangan umat Islam, peringatan Maulid Nabi
tampaknya masih perlu dilakukan. Selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak
Muhammad SAW, peringatan Maulid juga diperuntukkan untuk perang yang lebih besar,
yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan. Krisis
berkepanjangan bangsa Indonesia saat ini, antara lain disebabkan merajalelanya
105
kemaksiatan, kemungkaran dan tidak adanya penegakan nilai-nilai moral. Hawa nafsu
lebih mendominasi kehidupan umat manusia saat ini ketimbang moral.
Perang dalam bentuk non-fisik inilah yang dinilai lebih berat dari perang fisik. Apalagi di
tengah perkembangan globalisasi saat ini, yang tak jarang memperlemah semangat
keimanan umat Islam, maka peringatan Maulid Nabi SAW menjadi sangat penting.
[republika.co.id]
Sir Sayid Ahmad Khan
Dia menerima penghargaan dan gelar dari pemerintah Inggris, tapi ia mengembalikan
semua hadiah yang diberikan mereka padanya. Sir Sayid Ahmad Khan dikenal sebagai
seorang tokoh pembaharu di kalangan umat Islam India pada abad ke-19. Dia dilahirkan
di India pada tahun 1817. Nenek moyangnya berasal dari Semenanjung Arab yang
kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran), karena tekanan politik pada zaman dinasti Bani
Umayyah.
Dari Herat mereka hijrah ke Hindustan (India) dan menetap di sana. Ayahnya bernama al-
Muttaqi, seorang ulama yang saleh. Ahmad Khan memiliki pertalian darah dengan Nabi
Muhammad SAW melalui cucu beliau dari keturunan Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi
Talib. Karena itulah dia bergelar sayid. lbunya seorang wanita cerdas dan pandai
mendidik anak-anaknya. Ahmad Khan memulai pendidikannya dalam pengetahuan
agama secara tradisional.
Di samping itu beliau juga mempelajari bahasa Persia dan bahasa Arab, matematika,
mekanika, sejarah, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Beliau pun banyak membaca
buku-buku ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Hal ini menjadikannya
sebagai seorang yang luas ilmu pengetahuannya, berpikiran maju, dan dapat menerima
ilmu pengetahuan modern. Sejak sang ayah meninggal tahun 1838, Ahmad Khan mulai
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena ibunya enggan menerima
tunjangan pensiun dari istana.
la bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia pindah bekerja sebagai hakim di
Fatehpur (1841). Selanjutnya ia dipindahkan ke Bignaur. Dan pada tahun 1846 ia kembali
lagi ke Delhi. Masa delapan tahun di Delhi merupakan masa yang paling berharga dalam
hidupnya karena ia dapat melanjutkan pelajarannya. Ketika terjadi pemberontakan umat
Hindu dan umat Islam terhadap penguasa Inggris pada tanggal 10 Mei 1857, Ahmad
Khan berada di Bignaur sebagai salah seorang pegawai peradilan.
Dalam peristiwa ini ia tidak ikut memberontak, bahkan banyak membantu melepaskan
orang-orang Inggris yang teraniaya di Bignaur. Atas jasa-jasanya, pemerintah Inggris
menganugerahkan gelar Sir dan memberikan berbagai hadiah kepadanya. Ahmad Khan
menerima gelar tersebut, tetapi ia menolak hadiah-hadiah itu, kecuali kesempatan untuk
berkunjung ke Inggris pada tahun 1869. Kesempatan tersebut dimanfaatkan olehnya
106
untuk meneliti lebih jauh sistem pendidikan serta menyaksikan perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris.
Ahmad Khan pun menjelaskan kepada pemerintah Inggris bahwa dalam pemberontakan
di tahun 1857, umat Islam tidaklah memainkan peran utama. Hal itu dijelaskan lewat
buku yang berisikan catatan kronologis pemberotakan tersebut (Tarikhi Sarkhasi Bijnaur,
1858). Buku lainnya, berjudul Asbab Baghawat-i Hind (1858) yang diterjemahkan dalam
bahasa Inggris, The Causes of the Indian Revolt (Sebab-sebab Revolusi India), juga
menceritakan hal yang sama. Ahmad Khan berhasil mendamaikan umat Islam dengan
pemerintah Inggris.
Dia pun berusaha keras untuk memajukan umat Islam India dan kembali menulis
beberapa buku yang menyiratkan bahwa umat Islam hendaknya bekerja sama dengan
pemerintah Inggris untuk mencapai kesejahteraan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bukunya antara lain Risalah tentang Orang-orang Saleh (Risalat Khair Khawahan
Musulman) dan Hukum Memakan Makanan Ahli Kitab (Ahkam Ta'am Ahl al-Kitab).
Setelah berhasil mendamaikan umat Islam dan pemerintah Inggris, Ahmad Khan mulai
memunculkan ide-idenya dalam rangka memajukan umat Islam.
Menurut Ahmad Khan, umat Islam terbelakang, bodoh, dan miskin, karena mereka tidak
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana yang dimiliki oleh negara
Eropa lainnya. la berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern dan teknologi adalah
hasil pendayagunaan akal yang maksimal. Sejalan dengan itu, Al-Qur'an sangat
mendorong umat Islam untuk mempergunakan akal dalam bidang-bidang yang sangat
luas, walaupun jangkauan akal tersebut terbatas. Sir Ahmad Khan kemudian mendirikan
lembaga pendidikan pertama yaitu Sekolah Inggris di Mudarabad pada tahun 1861.
Untuk menunjang lembaga pendidikan tersebut, Sir Ahmad Khan pada tahun 1864
mendirikan The Scientific Society (Translation Society) sebagai lembaga penerjemahan
ilmu pengetahuan modern ke dalam bahasa Urdu. la juga membentuk Panitia Peningkatan
Pendidikan Umat Islam dan Panitia Dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam. Pada
setiap kesempatan, Sir Ahmad Khan selalu mengemukakan pendapatnya bahwa satusatunya
cara untuk mengubah pola berpikir umat Islam India dari keterbelakangannya
adalah melalui pendidikan.
Beliau pun mencurahkan segala perhatiannya pada bidang ini hingga akhir hayatnya.
Aligarh Muslim University yang berdiri tahun 1920 (sekarang masih eksis) adalah wujud
karya nyata sang ulama. Menerobos pakem di negaranya, sistem sekolah ini mengadopsi
konsep pendidikan modern bagi generasi muda. Kiprah perguruan tinggi inilah yang
membuatnya dijuluki sebagai bapak pendidikan modern India. Sejumlah tokoh penting
pernah mempunyai sangkutan sejarah dengan perguruan tinggi ini.
Sebut misalnya tokoh pergerakan nomor satu India, Mahatma Gandhi dan Ishwari Prasad.
Mantan presiden India, Zakir Hussain dan presiden Maldives, Abdul Ghayoom juga
pernah tercatat sebagai siswa perguruan tinggi ini. Perguruan tinggi ini memiliki 12
107
fakultas yang semuanya diunggulkan, yaitu seni budaya, ilmu sosial, sains, Life Sciences,
bisnis, teknik dan teknologi, kedokteran, pengobatan tradisional, hukum, pertanian,
manajemen, dan teologi. Saat ini, mahasiswa di Aligarh datang dari seluruh dunia,
terutama Asia Barat, Asia Tenggara, dan Afrika. Para mahasiswa ini tinggal dalam
asrama.
Sunan Gunung Jati
Bangsa Portugis merebut Malaka pada tahun 1511 M yang kemudian diikuti dengan
penaklukan daerah Pasai (Aceh). Pendudukan Portugis terhadap Pasai (Aceh) rupanya
menimbulkan dendam membara di dada seorang pemuda bernama Falatehan. Perasaan
benci kepada penjajah berkobar dan dia bertekad untuk terus memerangi kaum imperialis
yang telah berlaku sewenang-wenang terhadap wilayah dan agamanya.
Falatehan kemudian menyingkir dari tanah kelahirannya itu dan pergi ke Tanah Suci
Makkah. Di sana Falatehan menuntut ilmu dan memperdalam pengetahuannya tentang
agama Islam.
Tiga tahun lamanya beliau menetap dan merantau ke tanah Arab dengan harapan
sekembalinya ke tanah air, orang-orang Portugis sudah pergi meninggalkan bumi Tanah
Pasai. Akan tetapi pada kenyataannya orang-orang Portugis itu masih berada di sana
menguasai sebagian besar wilayah Pasai. Falatehan pun bertambah sedih dan marah
hatinya.
Melihat kondisi tersebut, untuk kedua kalinya Falatehan terpaksa meninggalkan tanah
kelahirannya dan menuju tanah Jawa. Kedatangan Falatehan mendapat sambutan baik
dari pihak Kerajaan Islam Demak yang pada masa itu diperintah oleh Raden Trennggono
(1521-1546 M).
Ketika itu Kerajaan Demak tengah mengalami masa keemasannya. Daerah kekuasannya
bertambah luas dan memiliki armada laut yang kuat. Pada zaman Pati Unus (1518-1521),
Demak pernah menyerang Portugis di Malaka, namun tidak berhasil.
Pada masa Trenggono pula, beberapa daerah di Jawa Barat dapat di-Islam-kan dan
langsung berada di bawah kekuasaan kerajaan Demak. Salah satu orang yang berjasa
dalam segala pencapaian tersebut adalah Falatehan. Karenanya kedatangan Faletehan
dianggap sebagai satu aset paling penting dan besar artinya bagi upaya penyebaran serta
pengembangan agama Islam selanjutnya di Pulau Jawa.
Terkesan dengan kiprah Falatehan, maka berpikir keraslah Raden Trenggono untuk
berusaha memikat hati pemuda ini agar merasa senang dan tetap tinggal di Jawa.
Falatehan pun dia nikahkan dengan adik perempuannya. Setelah itu bertambah eratlah
hubungan persahabatan keduanya, penuh kekeluargaan.
Saat itu sebagian besar penduduk Jawa Barat masih belum mengenal Islam. Wilayah
tersebut termasuk dalam kekuasaan pengaruh orang Hindu, Banten, dan Kerajaan
108
Pajajaran. Karenanya atas izin Raden Trenggono, akhirnya dikirimlah suatu ekspedisi
menuju Banten di bawah pimpinan Falatehan yang bertujuan menyiarkan agama Islam di
sana.
Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan dengan sukarela penguasaan wilayah
Banten yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten. Kegigihan dan kerja
keras anggota ekspedisi itu berbuah hasil. Beberapa lama kemudian, sebagian besar
wilayah Sunda Kelapa juga dapat dikuasai Falatehan. Kontrol penuh diberlakukan pada
dua wilayah tersebut. Sehingga ketika bangsa Portugis berlabuh di Sunda Kelapa, mereka
langsung diusir oleh Falatehan.
Tahun 1527, Fransisco De Sa berhasil dipukul mundul oleh Falatehan, dengan menderita
kerugian cukup besar. Ini memaksa orang-orang Portugis kembali ke Malaka. Satu tahun
kemudian, wilayah Cirebon jatuh ke tangan Falatehan. Dengan demikian Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon berada di bawah kekuasanaan Falatehan secara penuh.
Falatehan yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, merintis jalur
perhubungan di pantai utara Jawa Barat, dan sepanjang pesisir utara sejak dari Banten-
Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Kudus, Tuban, dan juga Gresik berada di bawah
kekuasaan Islam.
Sejak itu Sunan Gunung Jati tidak lagi tinggal di Demak, melainkan menetap di Cirebon
hingga akhir hayatnya. Meski beliau berhasil meng-Islam-kan beberapa daerah di Jawa
Barat, namun kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan Demak. Sesudah Trenggono
wafat, barulah Sunan Gunung Jati memisahkan diri dari ikatan Kerajaan Demak.
Sunan Gunung Jati, Falatehan atau Fatahillah, menurut beberapa ahli sejarah, berasal dari
Pasai, sebelah utara Aceh. Namun ada juga yang mengatakan, beliau mempunyai darah
keturunan Persia. Beberapa yang lain menyatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah putra
dari Raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri kerajaan Pajajaran (Sunda).
Ada yang memperkirakan Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai
Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah
Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari
Palestina.
Di samping itu, Sunan Gunung jati mempunyai banyak nama, di antaranya Muhammad
Nurudin, Syekh Nurullah, Sayyid Kamil, Bulqiyah, Syekh Madzkurullah, Syarif
Hidayatullah, Makdum Jati. Sedang menurut babad-babad (cerita), nama asli Sunan
Gunung Jati sangatlah panjang, yaitu Syekh Nuruddin Ibrahim Ibnu Israil, Syarif
Hidayatullah, Said Kamil, Maulana Syekh Makdum Rahmatullah.
Mengenai nama Sunan Gunung Jati, menurut dugaan Prof Hoesin Djajadiningrat, yang
dimaksudkan dengan Falatehan, kemungkinan berasal dari bahasa Arab Fatkhan, dari
kata Fath. Hal ini mengingat bahwa dalam tahun 1919 ada seorang naib dari kawedanan
Singen Lor, di Semarang yang bernama Haji Mohammad Fathkan. Menurut penyelidikan
109
Dr BJO Schrieke, salah seorang orientalis Barat yang terkenal, mengatakan bahwa nama
Falatehan itu mungkin berasal dari perkataan Arab: Fatahillah.
Banyak kisah yang kadang tak masuk akal dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Di
antaranya bahwa beliau pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu
bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaiman.
(Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak usia 14 tahun. Pendidikan agama
didapatnya dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul
berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga
dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Tercatat Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali songo yang pernah memimpin
pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra raja untuk
menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Beliau menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas dalam menyampaikan
dakwahnya. Kendati demikian, ia juga mendekati rakyat dengan cara membangun
infrastruktur berupa jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk menekuni dakwah.
Kekuasaan dilimpahkan kepada Pangeran Pasarean.
Berdasarkan catatan sejarah, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon
(dulu Carbon) tahun 1589. Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati,
sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon arah barat. [republik
Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi
Syaikh Naqsyabandi, Imam dari Thariqat Naqsyabandi yang tiada tandingannya. Beliau
lahir pada tahun 1317 M, di desa Qasr al-'Arifan, di dekat Bukhara. Setelah beliau
menguasai ilmu syari'ah pada usia muda 18 tahun, beliau tetap menemani Syaikh
Muhammad Baba as-Samasi, yang merupakan seorang ahli hadits di Asia Tengah.
Sepeninggal Syaikh-nya, beliau mengikuti Syaikh Amir Kulal, yang melanjutkan dan
menyempurnakan pelatihannya baik dalam ilmu zhahir maupun bathin.
Murid-murid Syaikh Amir Kulal biasanya melakukan dzikr zahar (dengan suara keras)
ketika duduk bersama, dan dzikir khafi (dalam hati) bilamana sedang sendirian. Walau
tak pernah mengkritik ataupun keberatan, namun Syaikh Naqsyabandi lebih menyukai
dzikir khafi. Mengenai hal ini, beliau berkata, "Terdapat dua cara berdzikir; satu khafi
dan lainnya zahar. Saya memilih yang khafi karena dia lebih kuat dan oleh karenanya
lebih disukai." Kemudian dzikir khafi inilah yang menjadi ciri pembeda Naqsybandiyya
di antara thariqat-thariqat lainnya.
Syaikh Naqsyabandi melaksanakan ibadah Haji tiga kali, di mana setelah itu, beliau
tinggal di Merv dan Bukhara. Menjelang akhir hayatnya, beliau kembali ke kampung
110
halamannya, Qasr al-'Arifan. Pengajarannya dikutip di mana-mana dan namanya disebut
oleh siapa saja. Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru untuk meminta
nasihatnya. Mereka menerima pengajaran di sekolah dan masjidnya, suatu kompleks
yang dapat menampung lebih dari lima ribu orang.
Sekolah ini merupakan pusat studi Islam yang terbesar di Asia Tengah dan masih ada
hingga saat ini. Baru-baru ini bangunan tersebut direnovasi dan dibuka kembali setelah
bertahan selama tujuh puluh tahun dalam masa pemerintahan komunis. Pengajaran
Syaihh Naqsyabandi mengubah hati para muridnya dari kegelapan hingga menemukan
cahaya. Beliau terus mengajarkan ilmu tentang Ke-Esaan Allah yang telah dikhususkan
oleh para pendahulunya, dengan penekanan pada ihsan bagi para pengikutnya sesuai
hadits Rasulullah, "Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-
Nya."
Ketika Syaikh Naqsybandi wafat, beliau dimakamkan di kebunnya, sebagaimana
permintaannya. Raja-raja penerus Bukhara merawat madrasah dan masjidnya. Mereka
memperluas dan menambahkan waqafnya. Syaikh-Syaikh penerus Thariqat Naqsyabandi
menuliskan banyak biografi tentang Syaikh Naqsyabandi. Salah satunya adalah Mas'ud
al-Bukhari dan Syarif al-Jarjani, yang menyusun Awrad Baha'uddin yang menceritakan
tentang kehidupan beliau dan karya-karyanya termasuk fatwanya.
Syaikh Muhammad Parsa, yang wafat di Madinah pada tahun 822 H (1419 M) menulis
Risalah Qudsiyyah yang di dalamnya terdapat tulisan tentang kehidupan Syaikh
Naqsyabandi, kehebatan-kehebatannya, serta pengajaran-pengajarannya. Tulisan-tulisan
warisan Syaikh Naqsyabandi mencakup beberapa buku. Di antaranya adalah Awrad an-
Naqsybandiyyah, wiridan Syaikh Naqsyabandi. Buku lainnya adalah Tanbih al-Ghafilin.
Buku ketiga adalah Maslakul Anwar. Yang keempat adalah Hidayyatu-s-Salikan wa
Tuhfat at-Talibin.
Beliau meninggalkan banyak pernyataan hormat memuji Rasulullah dan beliau pun
menulis banyak aturan. Salah satu pendapatnya adalah bahwa semua jenis dan praktek
peribadatan yang berbeda, baik yang wajib maupun sunnat, diperbolehkan bagi para
muridnya dalam rangka mencapai kebenaran. Shalat, puasa, zakat, mujahadah (berusaha
keras) dan zuhud (penyangkalan diri) ditekankan sebagai jalan menuju Allah Yang Maha
Kuasa.
Syaikh Naqsyabandi membangun sekolahnya atas dasar pembaharuan pengajaran agama
Islam. Beliau menggarisbawahi pentingnya mengamalkan al-Qur'an dan pengajaran
Sunnah. Ketika mereka bertanya kepada beliau, "Apa persyaratan bagi yang ingin
mengikuti thariqatmu?" Beliau menjawab, "Mengikuti Sunnah Rasulullah." Beliau lalu
melanjutkan, "Thariqat kami adalah sesuatu yang langka. Yang menjaga 'Urwat ul-
Wutsqa, ikatan yang tak terputuskan, dan tak meminta apapun dari pengikutnya
melainkan untuk selalu memegang teguh Sunnah yang murni dari Rasulullah SAW dan
mengikuti jalan para Sahabat dalam ijtihad (usaha untuk Allah) mereka.
111
Sekolah Naqsyabandi merupakan jalan termudah dan paling sederhana bagi para murid
untuk memahami tauhid. Dia mengharuskan pengikutnya untuk mencari peribadatan
yang sempurna kepada Allah baik secara umum maupun pribadi dengan jalan
melaksanakan adab Sunnah Rasulullah secara sempurna. Juga mendorong orang agar
menjalankan jenis ibadah yang paling ketat ('azhima) dan untuk mengabaikan keringanan
(rukhsah). Juga terbebas dari bias dan bid'ah.
Dia tak menuntut pemeluknya untuk terus-menerus berada dalam keadaan lapar dan
terjaga. Begitulah Naqsyabandiyyah telah mengatur agar tetap terpelihara dari pengaruhpengaruh
orang yang kurang faham dan orang yang pura-pura mengetahui banyak hal
(musya'wazan). Ringkasnya, bisa dikatakan bahwa thariqat Naqsybandiyyah adalah ibu
dari semua thariqat dan penunjuk bagi seluruh kepercayaan spiritual. Inilah jalan yang
paling aman, paling bijak, serta paling jelas. Inilah maqam pelepas dahaga termurni,
saripati yang tersuling. Naqsybandiyyah tak ada hubungannya dengan serangan apapun
karena menjalankan Sunnah Rasulullah tercinta." (imma)
Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi
Syaikh Naqsyabandi, Imam dari Thariqat Naqsyabandi yang tiada tandingannya. Beliau
lahir pada tahun 1317 M, di desa Qasr al-'Arifan, di dekat Bukhara. Setelah beliau
menguasai ilmu syari'ah pada usia muda 18 tahun, beliau tetap menemani Syaikh
Muhammad Baba as-Samasi, yang merupakan seorang ahli hadits di Asia Tengah.
Sepeninggal Syaikh-nya, beliau mengikuti Syaikh Amir Kulal, yang melanjutkan dan
menyempurnakan pelatihannya baik dalam ilmu zhahir maupun bathin.
Murid-murid Syaikh Amir Kulal biasanya melakukan dzikr zahar (dengan suara keras)
ketika duduk bersama, dan dzikir khafi (dalam hati) bilamana sedang sendirian. Walau
tak pernah mengkritik ataupun keberatan, namun Syaikh Naqsyabandi lebih menyukai
dzikir khafi. Mengenai hal ini, beliau berkata, "Terdapat dua cara berdzikir; satu khafi
dan lainnya zahar. Saya memilih yang khafi karena dia lebih kuat dan oleh karenanya
lebih disukai." Kemudian dzikir khafi inilah yang menjadi ciri pembeda Naqsybandiyya
di antara thariqat-thariqat lainnya.
Syaikh Naqsyabandi melaksanakan ibadah Haji tiga kali, di mana setelah itu, beliau
tinggal di Merv dan Bukhara. Menjelang akhir hayatnya, beliau kembali ke kampung
halamannya, Qasr al-'Arifan. Pengajarannya dikutip di mana-mana dan namanya disebut
oleh siapa saja. Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru untuk meminta
nasihatnya. Mereka menerima pengajaran di sekolah dan masjidnya, suatu kompleks
yang dapat menampung lebih dari lima ribu orang.
Sekolah ini merupakan pusat studi Islam yang terbesar di Asia Tengah dan masih ada
hingga saat ini. Baru-baru ini bangunan tersebut direnovasi dan dibuka kembali setelah
bertahan selama tujuh puluh tahun dalam masa pemerintahan komunis. Pengajaran
Syaihh Naqsyabandi mengubah hati para muridnya dari kegelapan hingga menemukan
cahaya. Beliau terus mengajarkan ilmu tentang Ke-Esaan Allah yang telah dikhususkan
oleh para pendahulunya, dengan penekanan pada ihsan bagi para pengikutnya sesuai
112
hadits Rasulullah, "Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-
Nya."
Ketika Syaikh Naqsybandi wafat, beliau dimakamkan di kebunnya, sebagaimana
permintaannya. Raja-raja penerus Bukhara merawat madrasah dan masjidnya. Mereka
memperluas dan menambahkan waqafnya. Syaikh-Syaikh penerus Thariqat Naqsyabandi
menuliskan banyak biografi tentang Syaikh Naqsyabandi. Salah satunya adalah Mas'ud
al-Bukhari dan Syarif al-Jarjani, yang menyusun Awrad Baha'uddin yang menceritakan
tentang kehidupan beliau dan karya-karyanya termasuk fatwanya.
Syaikh Muhammad Parsa, yang wafat di Madinah pada tahun 822 H (1419 M) menulis
Risalah Qudsiyyah yang di dalamnya terdapat tulisan tentang kehidupan Syaikh
Naqsyabandi, kehebatan-kehebatannya, serta pengajaran-pengajarannya. Tulisan-tulisan
warisan Syaikh Naqsyabandi mencakup beberapa buku. Di antaranya adalah Awrad an-
Naqsybandiyyah, wiridan Syaikh Naqsyabandi. Buku lainnya adalah Tanbih al-Ghafilin.
Buku ketiga adalah Maslakul Anwar. Yang keempat adalah Hidayyatu-s-Salikan wa
Tuhfat at-Talibin.
Beliau meninggalkan banyak pernyataan hormat memuji Rasulullah dan beliau pun
menulis banyak aturan. Salah satu pendapatnya adalah bahwa semua jenis dan praktek
peribadatan yang berbeda, baik yang wajib maupun sunnat, diperbolehkan bagi para
muridnya dalam rangka mencapai kebenaran. Shalat, puasa, zakat, mujahadah (berusaha
keras) dan zuhud (penyangkalan diri) ditekankan sebagai jalan menuju Allah Yang Maha
Kuasa.
Syaikh Naqsyabandi membangun sekolahnya atas dasar pembaharuan pengajaran agama
Islam. Beliau menggarisbawahi pentingnya mengamalkan al-Qur'an dan pengajaran
Sunnah. Ketika mereka bertanya kepada beliau, "Apa persyaratan bagi yang ingin
mengikuti thariqatmu?" Beliau menjawab, "Mengikuti Sunnah Rasulullah." Beliau lalu
melanjutkan, "Thariqat kami adalah sesuatu yang langka. Yang menjaga 'Urwat ul-
Wutsqa, ikatan yang tak terputuskan, dan tak meminta apapun dari pengikutnya
melainkan untuk selalu memegang teguh Sunnah yang murni dari Rasulullah SAW dan
mengikuti jalan para Sahabat dalam ijtihad (usaha untuk Allah) mereka.
Sekolah Naqsyabandi merupakan jalan termudah dan paling sederhana bagi para murid
untuk memahami tauhid. Dia mengharuskan pengikutnya untuk mencari peribadatan
yang sempurna kepada Allah baik secara umum maupun pribadi dengan jalan
melaksanakan adab Sunnah Rasulullah secara sempurna. Juga mendorong orang agar
menjalankan jenis ibadah yang paling ketat ('azhima) dan untuk mengabaikan keringanan
(rukhsah). Juga terbebas dari bias dan bid'ah.
Dia tak menuntut pemeluknya untuk terus-menerus berada dalam keadaan lapar dan
terjaga. Begitulah Naqsyabandiyyah telah mengatur agar tetap terpelihara dari pengaruhpengaruh
orang yang kurang faham dan orang yang pura-pura mengetahui banyak hal
(musya'wazan). Ringkasnya, bisa dikatakan bahwa thariqat Naqsybandiyyah adalah ibu
dari semua thariqat dan penunjuk bagi seluruh kepercayaan spiritual. Inilah jalan yang
113
paling aman, paling bijak, serta paling jelas. Inilah maqam pelepas dahaga termurni,
saripati yang tersuling. Naqsybandiyyah tak ada hubungannya dengan serangan apapun
karena menjalankan Sunnah Rasulullah tercinta." (imma)
Syeikh Abdul Qadir Jaelani
Nama tokoh ini bagi kebanyakan Muslim tak asing lagi. Apalagi di dunia sufisme dan
tarekat, dia dinilai sebagai salah seorang pengembang aliran tarekat Islam, yakni tarekat
Qadiriyah, yang kini banyak diikuti Muslim di berbagai belahan dunia, tak terkecuali
Indonesia. Dia adalah Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Beberapa kalangan kerap kali juga
menyebut pendiri tarekat Qadiriyah ini sebagai tokoh spiritual yang mencapai derajat
wali sehingga banyak cerita atau hikayat yang menempatkan dirinya dalam posisi amat
istimewa, luar biasa dan penuh kekeramatan.
Dilahirkan di Gilan atau Jailan di selatan Laut Kaspia, Persia (kini Iran) pada 1
Ramadhan 470 H (1077 M), ia bernama lengkap Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir.
Kata "Jailani" di belakang nama Syeikh Qadir tampaknya merujuk pada kampung
kelahirannya. Ayahnya bernama Abu Shaleh, seorang yang taat kepada Allah dan
memiliki hubungan keturunan dengan Imam Hasan, putra sulung Sayyidina Imam Ali ra
(saudara sepupu Nabi SAW) dengan Fatimah, anak perempuan Rasulullah.
Sedangkan ibunya adalah putri Abdullah, Shaumayya, wanita yang begitu taat
menjalankan agama, merupakan keturunan Imam Husain, anak Imam Ali dengan
Fatimah. Dengan demikian, Syeikh Abdul Qadir, yang di kalangan Muslim Indonesia
dikenal dengan sebutan Syeikh Dul Kadir ini adalah anak keturunan Hasan dan Husain,
yang secara tak langsung masih memiliki keturunan nasab dengan Rasulullah SAW.
Sejak kecil, Syeikh Dul Kadir dikenal sebagai anak yang pendiam, mempunyai etika dan
sopan santun yang tinggi. Di usia dini itu, ia kerap kali termenung dan sangat cenderung
kepada dunia mistik (pengalaman keruhanian). Menginjak usia 18 tahun, terlihat betapa
Syeikh Dul Kadir sangat tamak terhadap ilmu dan ingin selalu bersama-sama dengan
orang-orang shaleh. Kondisi inilah yang mendorong dirinya di usia muda untuk berkelana
ke negeri pusat ilmu kala itu, yakni Baghdad (Irak).
Tokoh ini kehilangan ayahnya pada usia muda. Ia kemudian dipelihara dan dididik
kakeknya hingga usia 17 tahun. Pada usia itu, ia dikirim ke Baghdad untuk menimba ilmu
yang lebih tinggi. Di Baghdad, Syeikh Dul Kadir menjadi murid kesayangan Abu Zakaria
Tabrezi, rektor Jamiat Nizhamiah, salah satu perguruan tinggi Islam terkemuka saat itu.
Delapan tahun menuntut ilmu di perguruan itu, Syeikh Dul Kadir berhasil menguasai
berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan.
Otaknya yang cerdas dan ingatan yang kuat membuat ia jadi salah satu lulusan terbaik
sekolah tersebut. Setelah menguasai perbendaharaan ilmu, Syeikh Dul Kadir tertarik
melakukan pelatihan ruhani. Ia pun menjadi murid Syeikh Abu Said Mukhzumi, orang
shaleh termasyhur pada masa itu. Tampaknya perpaduan dua perguruan, pemikiran dan
ruhani tersebut, membuat Syeikh Dul Kadir mampu menjadi salah seorang ulama yang
disegani di Baghdad.
114
Dalam buku Menyingkap Rahasia Keghaiban Hati disebutkan, sebagian kalangan Muslim
saat itu menjuluki dirinya dengan sebutan Ghautsul A'zham (wali Allah yang paling
agung). Menurut pemahaman para sufi, "Ghauts" berada di bawah peringkat para nabi
dalam derajat keruhanian dan dalam menyampaikan rahmat Allah kepada manusia.
Padahal tokoh ini sebenarnya lebih dari itu. Ia merupakan tokoh yang mampu
memadukan syariat (ajaran agama) dan tarekat (spiritualisme) dalam kehidupan seharihari.
Menengok kehidupannya di abad 11 Masehi yang penuh dengan pertentangan antara
spiritualisme ekstrim Mansur Hallaj dan rasionalisme Muktazilah, maka keberhasilannya
memadukan keduanya dalam praktik kehidupan merupakan prestasi puncak yang berhasil
diraih seorang ulama. Kala itu, dunia Islam penuh dengan kekacauan dan pergolakan.
Umat dan para pemimpinnya jatuh dalam dekadensi politik dan moralitas. Zaman emas
khalifah Abbasiyah telah lampau. Kekhalifahan Islam jatuh ke tangan khalifah yang
lemah, tenggelam dalam kehidupan mewah dan suka berfoya-foya.
Kefasihan Syeikh Dul Kadir dalam bertutur dan kekayaan batin yang dimiliki membuat
setiap ceramah yang dilakukannya mampu menarik massa demikian besar. Tak kurang
dari 70-80 ribu massa hadir setiap kali Syeikh Dul Kadir mengadakan pengajian. Tak
hanya khayalak ramai hadir dalam setiap pengajiannya, namun juga pembesar bahkan
khalifah Abbasiyah sendiri datang hanya untuk mendengarkan setiap ulasan ajaran Islam
yang dibawakannya.
Hampir selama 40 tahun lamanya, Syeikh Dul Kadir membimbing masyarakat ramai
lewat pengajian dan madrasah yang didirikannya. Pada usia 91 tahun, ia pun berpulang
ke Rahmatullah dengan meninggalkan warisan tak ternilai. Dan putra-putrinya yang
berjumlah banyak (20 putra dan 29 putri, menurut Ensiklopedi Indonesia, Red)
meneruskan ajaran dan pelatihan ruhani yang pernah diajarkan Syeikh Dul Kadir.
Putra-putranya itulah bersama para muridnya yang akhirnya membentuk tarekat-tarekat
dengan sebutan Qadiriyah, menisbatkan pada nama guru dan ayah mereka. Awalnya,
tarekat ini berkembang pertama kali di Irak, Syria, Mesir, dan Yaman. Pada tahap
berikutnya, tarekat ini menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia.
Selain tertua, sampai sekarang tarekat ini dianggap paling banyak mendapat pengikut
dibanding tarekat-tarekat lainnya.
Perjalanan panjang Syeikh Dul Kadir baru berakhir ketika atas kehendak Yang
Mahakuasa, pendiri tarekat shufiyyah Al Qadiriyah ini dipanggil menghadap Sang Ilahi
Rabbi pada 11 Rabiul Awwal 561 H (1166 M). Oleh para pengikutnya, tanggal wafatnya
ini selalu dikenang dan mempunyai arti tersendiri. Bahkan di India dan Pakistan, hingga
kini, tanggal tersebut dinamai dengan "Jiarwin Sharif." [republika.co.id]
Syekh Ahmad Khatib
Syekh Ahmad Khatib adalah seorang ulama besar di Indonesia. Walaupun namanya
kurang begitu familiar di telinga kita, peranan beliau cukup sentral dalam perjalanan
115
sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, terutama pada dua dasawarsa terakhir abad ke-
19 dan 10-15 tahun pertama abad ke-20.
Beliau dilahirkan di Ranah Minang, tepatnya di Bukit Tinggi, pada tahun 1855 dari
keluarga yang berlatar belakang agama dan adat yang kuat. Ayahnya seorang hakim dari
golongan Padri yang sangat menentang keberadaan Belanda di Minangkabau.
Masa kecil Ahmad Khatib dihabiskan untuk belajar dan menuntut ilmu. Pada usia 10
tahun, ia masuk sekolah rendah milik Belanda. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan
ke sekolah guru atau kweekschool di Bukit Tinggi. Seperti layaknya anak-anak dari
golongan Padri, selain belajar di sekolah formal, ia juga belajar ilmu agama pada pada
orang tuanya dan guru mengaji di meunasah (madrasah).
Pada usia 21 tahun, Ahmad Khatib pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan
memperdalam ilmu agama. Di sana ia mendapatkan wawasan baru, tidak hanya ilmu
agama, tetapi juga wawasan tentang kondisi dunia Islam yang sedang terpuruk.
Melalui pertemuan dengan jama�ah haji dari seluruh dunia, ataupun melalui dialog dan
tukar pikiran dengan guru-guru dan rekan-rekannya, Ahmad Khatib mendapatkan suatu
kesadaran akan pentingnya persatuan dan reformasi kesadaran umat dalam mengubah
keadaan. Di Mekah, beliau berhasil meraih "puncak karier" sebagai ulama, ia diangkat
sebagai imam Madzhab Syafi�i di Masjidil Haram �yang merupakan kedudukan tertinggi
dalam otoritas mengajarkan agama- dan berhak menyandang gelar syekh.
Menurut catatan sejarah, Syekh Ahmad Khatib merupakan salah seorang tokoh penting
yang memelopori gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, khususnya daerah
Minangkabau. Meskipun sampai akhir hayatnya ia tak pernah kembali ke tanah
kelahirannya, ia tetap menjalin hubungan yang intens dengan Nusantara melalui orangorang
Indonesia yang menunaikan ibadah haji atau pun mereka yang sengaja
memperdalam ilmu agama di Mekah.
Banyak murid Syekh Ahmad Khatib yang kemudian menjadi ulama besar Indonesia yang
memelopori gerakan pembaharuan agama dan sebagai tokoh perlawanan terhadap
Belanda. Mereka menjadi pembaharu-pembaharu pertama di daerahnya, seperti Syekh
Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka), dan Haji
Abdulllah Ahmad, serta Kiai Ahmad Dahlan. Sebagian dari murid-muridnya tetap
merupakan pemimpin dalam lingkungan tradisi, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli dari Cakung
Bukittingi, K.H. Hasjim Asj�ari, Kiai Wahab Hasballah , dan Kiai Bisri Syamsuri,
misalnya.
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang melatarbelakangi corak pemikiran Syekh ahmad
Khatib. Pertama, ia berada di tengah-tengah meningkatnya Islamic Revivalism yang
berpusat di Mekah. Kedua, pada masa itu tengah berkembang perasaan anti-kolonialisme
di dunia Islam. Posisinya sebagai Imam Madzhab Syafi�i di Masjidil Haram telah
memungkinkan ia mentransmisikan pemikiran-pemikiran reformasi Islam kepada muridmuridnya,
di samping tentunya pengajaran ilmu-ilmu agama.
116
Setidaknya ada dua bidang yang menjadi sasaran dari pemikirannnya, yaitu bidang
pendidikan/akidah dan bidang politik. Dalam bidang akidah, Syekh Ahmad Khatib
banyak menentang praktek-praktek adat dan tingkah laku yang bertentangan dengan
ajaran Islam, terutama di daerah Minangkabau sebagai tanah kelahirannya. Hal ini dapat
dilihat dari publikasi tulisan-tulisannya, di antaranya tentang salah satu tarekat (Tarekat
Naqsabandiyah) di Minangkabau yang banyak bertentangan dengan syari�at Islam, selain
itu tentang penolakan terhadap sistem waris adat Minangkabau.
Publikasi tulisan-tulisan tersebut telah membangkitkan semangat dan cita-cita
pembaharuan Islam di Minangkabau, yang kemudian merembet ke daerah-daerah
lainnya, terutama ke Pulau Jawa.
Di bidang politik, pemikiran Syekh Khatib juga cukup berpengaruh. Menurut Haji Agus
Salim, dalam suatu seminar di Cornel University (4 Maret 1953), Syekh Ahmad Khatib
adalah seseorang yang anti Belanda. Perasaan itu selalu ia gelorakan kepada muridmuridnya
di Mekah. Prinsipnya, "Berperang melawan penjajah adalah jihad di Jalan
Allah."
Kebenciannya terhadap Belanda dapat dilihat pada hubungannya yang kurang baik
dengan Snouck Hurgronje, ketika ilmuwan dan orientalis Belanda tersebut sedang berada
di Mekah pada tahun 1885.
Melihat fakta-fakta tersebut, nyatalah bahwa peranan Syekh Ahmad Khatib tidak bisa
dianggap kecil. Meskipun tidak terlibat langsung dalam perlawanan melawan kolonial
Belanda, pemikiran dan publikasi tulisan-tulisannya telah menjadi "katalisator" bagi
gerakan umat Islam dalam menemukan jati dirinya kembali. Pada tahun 1916, beliau
wafat di Mekah dalam usia 61 tahun. [Majalah Percikan Iman No. 5 Tahun I November
2000]
Thoriq bin Ziyad
Sejarah mencatat bahwa penyebaran Islam sejak zaman Rasulullah hingga pasca Khulafa
ur Rasyidin berkembang pesat. Pada masa Dinasti Umayah, Islam sudah menguasai
sebagian besar wilayah Andalusia (sekarang Spanyol). Thoriq bin Ziyad adalah seorang
mujahid yang dikenal pada peristiwa penaklukan itu. Hingga kini namanya diabadikan
sebagai nama sebuah bukit karang di wilayah tersebut "Jabbal Thoriq" atau dikenal
sebagai Jibraltar. Kalau sempat kita lihat peta dunia maka nama itupun juga digunakan
sebagai nama selat diantara benua Afrika dan Eropa.
Nama lengkapnya Thoriq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber
Ghosin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau As-Shodafi. Ia berasal dari garis keturunan
Ash-Shodaf yang secara turun-temurun bermukim di Al-Atlas, sebuah desa yang subur
dan terletak di antara perbukitan. Suku Ash Shodaf terkenal ulet, pemberani, kuat dan
117
tangguh. Sebelum penaklukan oleh pasukan Islam, keadaan Spanyol sungguh
memprihatinkan. Sejak tahun 597 M, saat negeri itu dikuasai bangsa Gotic dari Jerman
dengan penguasanya yang terakhir Raja Roderick, negeri ini bertambah kacau. Di bawah
kekuasaan raja yang dzalim itu masyarakat terbagi dalam beberapa kelas.
Kelas pertama terdiri dari para keluarga raja, bangsawan, orang kaya, tuan tanah dan
penguasa wilayah. Mereka hidup bergelimang kemewahan, berfoya-foya dan mengumbar
nafsu kebinatangan.
Kelas ke dua terdiri dari para pendeta. Merekalah sebenarnya yang bertanggung jawab
atas kehancuran negeri. Mereka menjilat para penguasa dan menginjak-injak rakyat.
Kelas ke tiga terdiri dari para pegawai negeri, yaitu pengawal, penjaga istana dan
pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan seringkali dijadikan alat para
penguasa untuk memeras rakyat.
Kelas ke empat terdiri dari buruh tani, serdadu berpangkat rendah, pelayan dan budak.
Kelas paling rendah inilah yang paling menderita hidupnya.
Rakyat sangat menderita terutama kelas bawah. Mereka selalu menjadi korban dari
kebijakan Raja Roderick. Akibatnya sebagian besar dari mereka mengungsi ke negara
terdekat yaitu Afrika Utara, negeri yang penduduknya bisa menikmati keadilan,
kesamaan hak, keamanan dan kemakmuran di bawah penguasa yang adil, arif dan
bijaksana yaitu Musa bin Nusair.
Sebagian besar orang yang mengungsi ke Afrika Utara tersebut adalah para pemeluk
agama Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka terdapat Julian, Gubernur Ceuta yang putri
kesayangannya, Florinda telah dinodai oleh Raja Roderick. Selamanya Gubernur Julian
tidak dapat memaafkan kebiadaban Raja Gotic tersebut.
Di Afrika Utara (Sekarang sedikitnya ada lima negeri di pantai utara benua Afrika:
Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya dan Mesir, di sini tidak ada keterangan, mungkin yang
tahu bisa membantu), mereka mendapatkan perlindungan dan jaminan keadilan dan
kesejahteraan dari orang-orang Islam. Mereka diperlakukan dengan sangat baik yang
mereka tidak mendapatkannya di negeri mereka sendiri.
Sebelum kedatangan Gubernur Julian dan rombongannya, sebenarnya Musa bin Nusair
sudah mendengar kabar bahwa Spanyol dalam keadaan yang sangat rapuh. Setelah
mendapat persetujuan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, Musa bin Nusair segera
mengirimkan satu pasukan perintis ke Spanyol dengan komandan Abu Zar'ah Thorif yang
terkenal cerdik, pemberani dan tangguh serta berpengalaman dengan wilayah Spanyol.
Pada hari Kamis, 4 Ramadhan 91 H atau 2 April 710 M, Abu Zar'ah Thorif berangkat
meninggalkan Afrika dengan membawa 400 pasukan pejalan kaki ditambah 100 orang
pasukan berkuda. Mereka menyeberangi selat antara Afrika dan Eropa dengan
menggunakan delapan kapal yang telah dipersiapkan, empat diantaranya adalah bantuan
dari Gubernur Julian yang ingin menghancurkan Raja Roderick. Tiga pekan berikutnya,
tepatnya hari Sabtu tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 M, rombongan pasukan
Islam melakukan pendaratan di sebuah pulau kecil tak jauh dari kota Tarife yang akan
118
menjadi sasaran serangan pertama. Pendaratan sengaja dilakukan pada malam hari agar
tidak diketahui musuh.
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, petang harinya Abu Zar'ah Thorif
memerintahkan pasukannya melakukan serangan gencar ke berbagai wilayah, terutama di
pusat kota. Pasukan Islam tidak banyak mendapatkan perlawanan karena keadaan
Spanyol lemah. Dengan mudah mereka dapat menguasai beberapa kota di sepanjang
pantai, meski jumlah pasukan Islam tidak sebanding pasukan musuh. Jauh lebih sedikit.
Pasukan Islam dengan komandan Abu Zar'ah Thorif pulang ke Afrika dengan membawa
kemenangan telak. Hanya beberapa orang yang syahid di medan perang. Selain ratusan
orang tawanan, mereka juga berhasil membawa unta rampasan plus ghanimah yang
cukup banyak.
Kemenangan gemilang ini membangkitkan semangat Gubernur Musa bin Nusair untuk
menakhlukkan seluruh Spanyol. Hal ini sangat penting mengingat wilayah itu merupakan
pintu gerbang daratan Eropa. Oleh karena itu, ia memerintahkan Thoriq bin Ziyad untuk
melakukan penyerangan ke dua.
Thoriq dikenal jujur, cerdik dan berkemauan kuat, gagah berani menghadapi setiap
tantangan, berpengaruh besar bagi para pengikutnya, ikhlas dalam berjuang dan
semangatnya selalu membara.
Pada hari Senin, 3 Mei 711 M, Thoriq bersama 7.000 anggota pasukannya menyeberangi
selat antara Afrika dan Eropa dengan armada kapal. Setelah mendarat di wilayah
Spanyol, Thoriq mengumpulkan seluruh anggota pasukannya di atas sebuah bukit karang
yang hingga kini bukit itu dikenal dengan nama "Jibraltar". Di bukit karang inilah Thoriq
bin Ziyad memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh armada kapal yang baru
saja mereka gunakan menyeberangi selat Afrika-Eropa tadi.
Seorang anggota pasukan yang tidak mengerti maksud panglimanya kemudian bertanya:
"Apa maksud Anda?", anggota pasukan yang lain pun bertanya, "Kalau kapal-kapal itu
dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?" Dengan tegas sambil menghunus pedang ia
menjawab, "Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan,
yaitu menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa."
Kemudian Sang Panglima yang gagah berani inipun memberi pengarahan kepada seluruh
anggota pasukan yang dipimpinnya. "Wahai seluruh pasukan, ke mana lagi kalian akan
lari? Di belakang kalian adalah laut, dan di depan kalian adalah musuh. Demi Allah, satusatunya
milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Musuh dengan jumlah
besar dan persenjataan lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian
adalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan
perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus melumpuhkan mereka.
Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus
lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Musuh kalian sudah
bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kita
harus bertekad bulat untuk menyerang mereka hingga syahid. Sungguh sama sekali saya
119
tidak bermaksud menakuti kalian. Mari kita galang saling percaya di antara kita,
keberanian kita, bahu membahu dan saling membantu, membulatkan tekad untuk menjadi
pembela agama Allah, menegakkan kalimat-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah SWT
adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan
ini di hadapan kalian. Saya akan menghadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu.
Saya akan membunuhnya. Atau siapapun boleh melakukannya jika lebih dulu bertemu
dengannya di medan pertempuran. Dengan membunuhnya maka negeri ini akan dengan
mudah kita kuasai".
Pidato pengarahan Thoriq ini membakar semangat pasukan Islam untuk segera
bertempur. Mendengar pasukan Islam mendarat di wilayahnya Raja Roderick segera
mempersiapkan angkatan perang besar yang terdiri lebih dari 100.000 tentara dengan
membawa persenjataan lengkap. Jumlah pasukan yang lebih besar ini tidak
menggoyahkan semangat pasukan Islam. Apalagi Gubernur Musa mengirimkan pasukan
tambahan sebanyak 5.000 orang dipimpin oleh Thorif bin Muluk. Jadi jumlah pasukan
Islam seluruhnya adalah 12.000 orang. Thoriq dan pasukannya terus bergerak ke arah
kota Cordova. Mereka menyusuri pantai hingga tiba di kota Torife yang telah
ditakhlukkan sebelumnya oleh pasukan perintis yang dipimpin oleh Abu Zar'ah.
Kedua pasukan bergerak ke arah berlawanan untuk saling berhadapan. Pasukan Islam
dipimpin oleh Thoriq bin Ziyad yang bergerak laksana ombak samudera. Baju-baju besi
yang mereka kenakan, sorban-sorban putih yang menutup kepala mereka, kilatan pedang
yang mereka genggam, tampak mendominasi suasana penuh semangat yang senantiasa
dikobarkan oleh Thoriq bin Ziyad, Sang Panglima.
Sementara di pihak musuh, Raja Roderick memimpin pasukan dengan diapit para
pengawal yang bersenjata lengkap dan terkesan mewah.
Pada hari Ahad, 28 Ramadhan atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur
di dekat muara Sungai Barbate. Jumlah yang tidak seimbang membuat pasukan Islam
terdesak di awal pertempuran. Hal ini menggugah Gubernur Julian dan anak buahnya
menyusup ke pasukan Roderick dan menyebarkan opini ke tengah-tengah mereka bahwa
pasukan Islam hanya mengincar Roderick dan tidak untuk menjajah negeri mereka.
Upaya Julian dan anak buahnya berhasil. Banyak pasukan Roderick yang melarikan diri
dari medan perang. Akibatnya mereka kacau balau dan kesempatan ini dimanfaatkan
Thoriq bin Ziyad untuk mencari dan membunuh Roderick. Selanjutnya seluruh markas
pertahanan dapat dikuasai dengan mudah. Kemenangan pasukan Islam ini melumpuhkan
semangat pasukan Spanyol.
Berita keberhasilan itu sangat menggembirakan Gubernur Musa bin Nusair. Ia kemudian
membantu Thoriq untuk segera menaklukkan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa
lainnya.
Setahun kemudian, tepatnya hari Rabu, 16 Ramadhan 93 H, ia bertolak ke Spanyol
dengan membawa 10.000 pasukan. Mereka berhasil menduduki Merida, Sionia dan
Sevilla yang belum ditakhlukkan oleh pasukan Thoriq. Sementara itu Thoriq dengan
120
jumlah pasukan yang tersisa terus melakukan penaklukan ke beberapa wilayah yang
tersisa. Ia membagi pasukannya ke dalam empat kelompok dan menugaskan para
pembantunya ke Cordova, Granada dan Malaga. Sedangkan ia sendiri bersama pasukan
utamanya segera menuju toledo, ibukota Spanyol waktu itu. Semua kota itu dapat
dikuasai tanpa perlawanan. Spanyol dapat dilumpuhkan karena kecepatan gerak pasukan
Islam.
Musa bin Nusair dan Thoriq bin Ziyad akhirnya bertemu di Toledo. Keduanya kemudian
bergabung dan menghadapi musuh di Ecija. Kemenangan pun diraih pasukan Islam
meski tak sedikit yang gugur sebagai syuhada. Selanjutnya pasukan gabungan ini
bergerak ke wilayah Pyrenie, Perancis.
Beberapa tahun kemudian, Portugis pun ditakhlukkan dan namanya diganti menjadi "Al
Gharb" berarti Barat. Sebelum seluruh Eropa dapat ditaklukkan, yang sebenarnya mudah
karena tidak ada kekuatan berarti yang melawan mereka, Khalifah Al Walid bin Abdul
Malik memanggil Thoriq dan Musa ke Damaskus (Ibukota Syiria/Suriah, negeri di
sebelah utara Irak). Thoriq pergi sendiri ke Damaskus, sementara Musa bin Nusair sibuk
menyusun pemerintahan baru di Spanyol.
Beberapa waktu setelah itu Thoriq sakit-sakitan dan kemudian Allah SWT
memanggilnya. Tidak banyak yang mengetahui akhir kehidupan beliau. [Sumber:
Majalah HIKAYAH Edisi 06, Shafar 1424/ April 2003]
Klab Santri
Timur Leng
"Tidak mungkin adalah kata-kata yang ada dalam kamus orang-orang bodoh," kata
Napoleon ketika ia bersama pasukannya yang hebat mendaki sebuah tebing yang sulit di
pegunungan Alpen. Tapi ia tidak berbuat sesuai dengan prinsipnya itu, dan terpaksa
mengakui keberadaan dunia ini setelah ia mengalami kekalahan di Lipzi dan Waterloo.
Kata-kata ini ditolak keras oleh Timur Leng, penakluk besar Asia, yang berasal dari
keluarga rendahan tapi berhasil mengalahkan dua raja terbesar pada masa hidupnya;
Toktamish raja Mongol dan Bayazid Yildrim raja Turki.
Timur lahir dari sebuah keluarga miskin di kota Hijau. Bapaknya, seorang kepala Tartar
Barlas, banyak menghabiskan masa hidupnya bersama-sama orang suci. Timur sendiri
banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dari bapaknya.
Sebagai pemuda pendiam, ia tidak suka akan perbuatan-perbuatan bodoh yang bisa
menyedot waktunya. Dan selama hidupnya ia tidak punya waktu untuk bergurau. Timur,
juga pemuda yang cerdas sekaligus pemberani dan bijaksana. Ia mempersatukan suku
Tar-tar yang selalu bentrok antar suku. Kota Hijau berhasil ia rebut, dengan
kecerdasannya. Ia menyebar bala tentaranya yang kecil di sekeliling kota. Mereka
121
menebang dahan-dahan yang menimbulkan tebaran abu yang luas, dan pasukan jahat
menyangka mereka diserang oleh angkatan perang yang besar; mereka lantas menyerah.
Ini terjadi di awal karirnya.
Pada waktu yang sama, ketika melawan jendral jahat yang hebat bernama Bikijuk, lagilagi
otak jeniusnya mengalir. Timur menyebarkan orang-orangnya sepanjang malam,
memerintahkan mereka menyalakan api sebanyak mungkin di perkemahan musuh.
Musuh merasa ketakutan begitu melihat api sebanyak itu dan segera pergi sebelum fajar
menyingsing. Salah satu penulis kroniknya mengatakan, "Sungguh beruntung raja Timur
selalu mengalahkan sebuah angkatan perang hanya dengan api dan merebut sebuah kota
hanya dengan sebuah debu".
Setelah berhasil menunjukan superioritasnya sebagai seorang pemimpin dan prajurit,
Timur dipilih sebagai komandan bangsa Tar Tar oleh ulama-ulama Islam yang dipimpin
tokoh rohani Zainuddin. Tidak hanya bangsa Tar Tar saja yang merasakan kehebatan
Timur Leng, bahkan negri Heart_sebuah kota penting yang memiliki beratus ratus
lembaga pendidikan bisa dikuasainya.
Ancaman terbesar yang dihadapi oleh bangsa Tar Tar adalah orang-orang Mongol yang
dipimpin oleh anak cucu Jengis Khan, Toktamish. Gerombolan ini ketika itu pada puncak
kekuatannya berkuasa di dataran Rusia-Siberia, tidak henti-hentinya menggempur bangsa
Tartar. Pada suatu ketika di musim dingin Toktamish datang dengan kekuatan yang sangat
kuat ke arah sungai Syr. Para penasihat Timur pada saat itu menyarankan agar Timur
menunggu pasukannya yang tersebar supaya berkumpul, tapi karena keyakinannya pada
Allah beliau sanggup untuk memimpin pasukannya yang dibagi kedalam resimenresimen
kecil. Dengan mengendarai kuda dibawah guyuran hujan dan salju, walaupun
sebagian kuda mereka terbenam ke dalam lumpur setinggi lutut, dengan hebatnya Timur
dan pasukannya menyerang bagian pos-pos luar gerombolan Toktamish dan merasuk ke
dalam divisi-divisinya. Manuvernya yang hebat dan sangat mengagumkan itu membuat
pasukan Toktamish mundur.
Timur mengarah pada Persia untuk melakukan pengembangan Islam.Persia yang saat itu
di pimpin oleh Muzaffar, pun ditaklukkan.
Setelah Persia, ambisinya menuju penaklukan Cina, yang saat itu banyak menyembah
berhala.. Rupanya ini menjadi ambisi terakhir dari perjalanan Timur Leng. Dalam
perjalanan dari Samarkand menuju Cina, Timur kembali ke Haribaan Sang Pencipta,
meninggalkan sekitar seperempat juta prajurit yang dipimpinnya saat itu.
Timur Leng, adalah sosok pribadi berlian, sederhana, jujur, yang tidak menyukai sikap
pongah, kebohongan, maupun berpesta pora membuang waktu. Ia lebih suka berpihak
pada kebenaran meski harus berhadapan dengan hal yang sangat di bencinya. Meski
pejuang yang gigih, tidak pernah ia berlaku kejam kepada musuhnya yang teraniaya.
122
Timur tidak pernah mengenal arti kegagalan. Walau berasal dari lapisan masyarakat kecil,
ia begitu besar dengan amanah yang diembannya, demi tegaknya kalimat Tauhid di bumi
ini. [Tabloid MQ EDISI 10/TH.II/FEBRUARI 2002]
Ziryab
Menurut sejarawan muslim Ibn Hayyan, gelar Ziryab alias si burung hitam disematkan
kepada Abul-Hasan Al Ibn Nafi, karena pria kelahiran Baghdad 789 M ini, memiliki kulit
legam. Namun suaranya jernih dan perilaku yang mengesankan. Dan dalam blantika seni,
Ziryab mencatatkan namanya sebagai salah satu pelopor dalam dunia seni musik dan
suara.
Sejumlah sejarawan Arab menyatakan bahwa Ziryab adalah seorang budak yang
kemudian dibebaskan. Lalu ia menjadi pelayan keluarga Al-Mahdi, khalifah Baghdad
pada masa dinasti Abbasiah. Tak lama kemudian ia menjadi musisi istana pada masa
khalifah Harun Al-Rasyid, penerus Al-Mahdi setelah dia mangkat. Harun memang
terkenal sebagai khalifah yang gandrung akan musik. Tak heran jika ia memboyong
banyak musisi ke istananya di Baghdad.
Kala itu yang menjadi musisi kesayangan Harun adalah Ishaq Al-Mawsili. Untuk
mencetak kader musisi istana, Ishaq pun mendapatkan izin untuk membuka sekolah
musik di istana. Salah satu muridnya adalah Ziryab, yang telah bekerja di istana beberapa
tahun sebelumnya. Si burung hitam, ternyata murid yang cerdas dan memiliki
pendengaran yang tajam.
Di luar pelajaran, ia bahkan kerap mencuri dengar dan mempelajari lagu yang
didendangkan gurunya. Padahal lagu-lagu Ishaq terkenal begitu kompleks dan tak mudah
dipahami. Bahkan oleh seorang pakar musik sekalipun. Namun Ziryab mampu menyerap
dan memperkaya wawasannya tentang musik.
Ishaq sendiri tak mengetahui sejauh mana muridnya ini menguasai ilmu musik yang
diajarkannya. Hingga suatu saat Harun Al-Rasyid meminta Ziryab memainkan musik di
hadapannya. Ziryab memainkan musik dengan bagus. Dengan melodi yang jelas dan
sarat emosi. Ia telah memainkan alat musik buatannya sendiri.
Sang khalifah terpesona atas kemampuan si burung hitam. Dan meminta Ishaq bersedia
membantu Ziryab mengembangkan talentanya itu. Namun nampaknya sang guru terbakar
dengki. Ia merasa posisinya sebagai musisi istana terancam. Maka ia pun mengancam
akan membunuh Ziryab, memintanya untuk meninggalkan Baghdad setelah memberinya
bekal uang.
Dengan terpaksa Ziryab meninggalkan istana dan kota kelahirannya, Baghdad. Sang
khalifah hanya tahu dari Ishaq bahwa Ziryab mengalami gangguan mental hingga ia
meninggalkan Baghdad. Akhirnya, Ziryab beserta keluarganya meninggalkan Baghdad
menuju Mesir.
123
Dari negeri Spinx ini, ia melanjutkan perjalanan ke Afrika Utara dan akhirnya terdampar
di Tunisia. Pada saat itu, Tunisia berada di bawah kekuasaan dinasti Aghlabid, dengan
khalifah Ziyadat Allah I. Sebenarnya ia disambut dengan baik di sana, namun ia lebih
tertarik melanjutkan perjalanan menuju Kordoba, Spanyol.
Di bawah kendali Bani Ummayah, Kordoba berkembang dengan cepat menjadi pusat
perkembangan budaya sejajar dengan Baghdad. Ia menilai bahwa kota tersebut menjadi
tempat yang cocok bagi perkembangan bakatnya. Sebelum berangkat, Ziryab menuliskan
surat untuk Al-Hakam, khalifah yang berkuasa, menceritakan kemampuan bermusiknya.
Tak lama berselang, Al-Hakam membalas surat tersebut. Mengundang Ziryab untuk
bertandang ke istana. Ia pun dijanjikan gaji dan fasilitas yang besar. Kegembiraan
membuncah di dadanya. Maka ia beserta keluarganya segera berkemas dan menyeberang
selat Gibraltar. Pada 822 ia mendarat di Spanyol.
Namun ia sangat terpukul mendengar Al-Hakam ternyata telah meninggal dunia. Seketika
ia merasa kecewa dan akan kembali ke Afrika Utara. Namun kemudian ia bertemu
dengan seorang musisi penganut Yahudi yang mengabdi di istana di Kordoba, Abu al-
Nasr Mansur. Ia merekomendasikan Ziryab kepada khalifah baru, Abd al-Rahman II,
yang kemudian mengundangnya ke istana.
Keduanya ternyata sebaya, berumur 33 tahun, dan mereka cocok dalam berbagai ide.
Ziryab diterima di istana, dan mendapatkan gaji besar serta berbagai fasilitas. Ia pun
dianugerahi lahan pertanian produktif. Ziryab semakin akrab dengan Abd Rahman dan
selalu terlibat dalam pembicaran mengenai berbagai hal seperti sejarah, seni maupun
sains.
Tak lama berselang, ia mengemban tugas sebagai menteri kebudayaan. Salah satu proyek
pertamanya adalah mendirikan sekolah musik. Yang terbuka bagi mereka yang memiliki
talenta. Baik dari kalangan berpunya maupun kaum fakir. Sekolah ini dalam beberapa
waktu telah maju pesat, dibarengi berbagai penemuan baik dalam gaya maupun
instrumen musik.
Selain mengajarkan musik, dengan cepat ia mengenalkan berbagai inovasinya dalam
bidang musik. Hingga ia mendapat gelar, yang dalam istilah ensiklopedia Islam sebagai
pencetus tradisi musik bagi muslim spanyol. Ia melakukan revolusi dalam bermusik. Ia
adalah orang yang pertama kali mengenalkan lute (sejenis sitar) secara umum kepada
orang-orang Spanyol dan Eropa.
Ia mengajarkan harmoni dan komposisi, kemudian mengembangkannya secara mendalam
pada abad-abad berikutnya. Dalam teori musik, ia menetapkan parameter metrikal dan
ritmikal bebas serta menciptakan cara-cara baru untuk berekspresi yang disebut maluf.
Dan, inilah yang menjadi salah satu langkah briliannya dalam bermusik.
Maluf adalah semua bentuk nyanyian klasik, yang didasarkan pada puisi arab klasik yang
lebih dikenal sebagai qasidah atau ode. Termasuk di dalamnya adalah muwashsah, bentuk
124
post-clasic yang tak secara kaku terkait dengan qasidah. Namun bentuk terpenting, adalah
struktur inti maluf yang disebut nuba.
Sebuah nuba adalah dua gerakan musikal yang saling berpadu dalam satu maqam
tunggal. Memungkinkan untuk melahirkan melodi serta improvisasi dalam sebuah skala.
Setiap nuba berlangsung selama satu jam, yang dimainkan beragam instrumen serta
lusinan vokal dalam sebuah sekuen tradisional.
Ziryab juga ayah yang mengawal perkembangan anak-anaknya. Delapan anak laki-laki
dan dua anak perempuannya mengikuti jejak ayahnya bergerak di bidang musik walau
tak semuanya menjadi terkenal seperti ayahnya. Ubaidillah adalah anak laki-laki Ziryab
yang menjadi penyanyi terkenal, meski kakaknya, Qasim, memiliki suara yang lebih
merdu. Menurut Ibn Hayyan, anak pertama Ziryab, Abd al-Rahman, mengasingkan diri.
Ia merasa terpukul dengan kematian ayahnya, lima tahun setelah Abd Al-Rahman II
meninggal.